Resmi Layak Investasi, Ini Alasan S&P Naikkan Peringkat BRI

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
04 April 2019 17:51
S&P menyematkan peringkat peringkat utang jangka panjang BBRI menjadi BBB- dengan prospek stabil dari sebelumnya BB+.
Foto: Pemaparan Kinerja Keuangan Triwulan IV Tahun 2018 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (CNBC Indonesia/Monica Wareza)
Jakarta, CNBC IndonesiaPT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bank terbesar ketiga di ASEAN berdasarkan market cap, mendapatkan kenaikan peringkat dari lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P).

S&P menyematkan peringkat peringkat utang jangka panjang BBRI menjadi BBB- dengan prospek stabil dari sebelumnya BB+. Sementara peringkat utang jangka pendek dinaikkan menjadi A-3 dari B.

Dengan kenaikan ini, maka seluruh lembaga peringkat bergengsi di dunia telah memberikan peringkat layak investasi (investment grade) kepada BRI. Sebelumnya, Fitch juga telah memberikan peringkat BBB- dengan proyeksi stabil dan Moodys memberikan peringkat Baa2 dengan proyeksi stabil.

S&P menyatakan pihaknya menaikkan rating BRI karena percaya terhadap manajemen risiko dan fokus yang baik dari bank pada pinjaman mikro akan terus mendukung kualitas asetnya di tengah volatilitas pada pasar mata uang dan komoditas.

S&P menyatakan Rasio kredit bermasalah (NPL) BRI secara konsisten lebih baik daripada rata-rata industri selama 6 tahun terakhir. Rasio NPL bank adalah 2,1% pada 31 Desember 2018, dibandingkan dengan rata-rata industri sebesar 2,4%.

Total kredit bermasalah (stressed loan) dari BRI yakni NPL dan kredit yang direstrukturisasi berada pada level 7,2% dari total kredit kotor per 31 Desember 2018. Posisi ini juga lebih rendah dari sekitar 8,3% dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

"Stressed loan dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebenarnya lebih rendah, namun itu lebih disebabkan karena kredit hapus buku," tulis S&P dalam pernyataan Kamis (4/4/2019).

Kualitas aset BRI juga relatif stabil ketika harga komoditas dan mata uang bergejolak, sementara bank lain dalam peer group mengalami peningkatan NPL dan biaya kredit.

Dalam pandangan S&P, eksposur BRI yang cukup besar terhadap pinjaman mikro, sebesar 34% dari portofolio pinjaman, mendukung kualitas aset di atas rata-rata. Portofolio pinjaman mikro BRI memiliki plafon dengan rata-rata lebih rendah dan penyebaran geografis yang baik.

Faktor-faktor ini mengurangi risiko kenaikan tajam terhadap pelanggaran. Sementara itu, pemahaman BRI yang kuat dari pasar pinjaman mikro, jangkauannya yang luas di daerah pedesaan, dan mekanisme pengawasan dan penagihan yang ketat telah membantu BRI mempertahankan NPL rendah, meskipun pendapatan debitur rendah.

BRI berencana untuk meningkatkan porsi kredit mikro hingga 40% pada 2022, dan mengurangi porsi pinjaman korporasi menjadi 20% dari 24,5% pada 31 Desember 2018.

"Kami percaya penyeimbangan ulang portofolio ini akan menguntungkan risiko bank posisi dan pendapatan, mengingat pinjaman mikro memiliki hasil yang lebih tinggi dan NPL yang lebih rendah," tulis S&P.

Sementara itu, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan berdasarkan skema pemerintah Indonesia dijamin mnimal 70% dari kerugian kredit. Hal ini menurunkan biaya kredit BRI. Pinjaman itu yang tidak di bawah skema pemerintah dijamin dengan jaminan. Selain itu, sekitar 30% pinjaman mikro ditujukan untuk mereka yang berpenghasilan tetap.

S&P memperkirakan biaya kredit BRI akan terus menurun selama 18-24 bulan ke depan karena bank telah membangun bantalan (buffer) yang cukup terhadap total kredit bermasalah.

Biaya kredit BRI turun menjadi 1,5% pada 2018 dari 1,7% pada 2017. Rata-rata biaya kredit BRI sekitar 1% dibandingkan bank dalam peer group, meskipun mengalami kenaikkan dalam beberapa tahun terakhir.

Bank telah membangun pencadangan kerugian kredit selama beberapa tahun terakhir, menghasilkan buffer yang memadai terhadap risiko penurunan.

Kami percaya pencadangan BRI yang cukup akan membantu selama implementasi IFRS pada 2020. Pada 31 Desember 2018, bank memiliki rasio cakupan sekitar 200% terhadap NPL.

Biaya bersih sebesar 0,8% dari rata-rata pinjaman pada 31 Desember 2018, lebih rendah dari Bank Mandiri dan BNI, yang melakukan hapus buku lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

S&P menyatakan dengan margin bunga bersih (NIM) yang tinggi, biaya kredit yang lebih rendah, dan biaya operasional yang stabil dapat menghasilkan kenaikan modal pada 18-24 bulan ke depan.

"Kami memperkirakan bahwa rasio modal yang disesuaikan dengan risiko bank (RAC) akan menjadi 9,3% -9,7% selama periode tersebut. Profitabilitas BRI, diukur dengan rasio penghasilan inti terhadap aset rata-rata, juga harus tetap sehat pada 2,5% -3,0%. Kami juga mengharapkan bank untuk mempertahankan posisi pasar yang kuat dan pendanaan yang solid dan profil likuiditas," tulis S&P.

Prospek yang stabil mencerminkan ekspektasi S&P bahwa BRI akan mempertahankannya kualitas aset di atas rata-rata, posisi pasar dan likuiditas yang kuat, dan sehat profitabilitas selama 18-24 bulan ke depan.

"Peringkat pada BRI tidak memiliki peluang untuk naik lagi karena berada pada tingkat yang sama dengan Peringkat negara di Indonesia," tulis S&P.

Saksikan video Asing Buru Saham BRI

[Gambas:Video CNBC]


(dob/dob) Next Article Eksklusif: BRI Mau Caplok Perusahaan Asuransi Umum di 2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular