BI Ikut Bawa Rupiah Jadi Terbaik Kedua Asia, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 April 2019 09:40
BI Ikut Bawa Rupiah Jadi Terbaik Kedua Asia, <i>Kok</i> Bisa?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini terus menguat. Bahkan rupiah menjadi salah satu mata uang terkuat di Asia. 

Pada Kamis (4/4/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.175. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Isra Miraj. 

Mata uang Tanah Air sudah menguat selama 3 hari perdagangan sebelumnya. Belum bosan menguat, rupiah kini menapaki jalan menuju apresiasi selama 4 hari berturut-turut. 

Baca: Rupiah Ogah Melemah, Siap Menguat 4 Hari Beruntun?

Rasanya rupiah tidak akan mengalami jetlag hari ini. Biasanya pasar keuangan Indonesia agak gugup di hari perdagangan pertama setelah libur non-akhir pekan, karena perlu waktu untuk mencerna sentimen yang terlewatkan. 


Sama dengan rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mampu terapresiasi di hadapan dolar AS. Rupee India masih menjadi yang terbaik, sementara rupiah berada satu setrip di bawahnya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:05 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Penguatan rupiah didukung oleh sentimen dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, pelaku pasar lega karena sudah mendapat kepastian seputar posisi atau stance Bank Indonesia (BI) selepas rilis data inflasi. 

Pada Maret, inflasi domestik tercatat 2,48% year-on-year (YoY) yang merupakan laju paling lambat sejak November 2009 atau nyaris 10 tahun. Ini membuat pasar bertanya-tanya, ke mana arah suku bunga acuan? Apakah peluang untuk turun semakin besar? 


Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, menjawab pertanyaan tersebut. Eks ekonom Bank Mandiri tersebut menegaskan bahwa Indonesia masih punya satu pekerjaan rumah tersisa yaitu defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). 

"Kalau kita lihat 2016 dan 2017, CAD kita sekitar 2% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Saat itu FFR (Federal Funds Rate, suku bunga acuan AS) naik tetapi BI bisa turunkan bunga (acuan). Jadi, BI mau memastikan CAD itu menuju 2,5% PDB," jelas Mirza. 

Pada kuartal IV-2018, CAD Indonesia masih berada di 3,57% PDB. Artinya, jalan menuju ke 2,5% PDB masih butuh waktu dan sebelum itu bisa dipastikan maka BI mungkin masih belum berpikir soal menurunkan suku bunga acuan. 


Teka-teki soal arah BI 7 Day Reverse Repo Rate sedikit banyak sudah terjawab. Pasar tidak perlu lagi berspekulasi mengenai penurunan suku bunga acuan, yang berpotensi menyebabkan arus modal keluar (capital ouflows). 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sementara dari sisi eksternal, dolar AS memang sedang dalam fase konsolidasi. Pada pukul 09:20 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih melemah 0,04%. Sebelumnya, Dollar Index sudah menguat 0,33% selama sepekan terakhir dan 0,58% dalam sebulan ke belakang.

Investor juga sedang bergairah dan enggan bermain aman karena aura damai dagang AS-China yang semakin terasa. Pada Rabu waktu setempat, AS-China akan melanjutkan dialog dagang di Washington. Tim AS akan dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He. 

"Wakil Perdana Menteri Liu dan timnya akan berada di Washington selama 3 hari, atau mungkin lebih. Kami akan membahas isu yang belum pernah disentuh sebelumnya, termasuk penegakan hukum. Semua berjalan baik, semua mengarah ke jalan yang benar, tetapi kita memang belum sampai di tujuan. Kami berharap kita bisa lebih dekat ke tujuan pada pekan ini," papar Kudlow dalam acara yang digelar Christian Science Monitor, mengutip Reuters. 

Kudlow menambahkan, China semakin terbuka dengan mengakui bahwa ada masalah dalam hal perlindungan atas hak kekayaan intelektual dan pemaksaan transfer teknologi. Untuk kali pertama China mengakui hal tersebut. 

"Mereka akhirnya mengakui masalah ini untuk kali pertama. Sebelumnya mereka dalam pengingkaran," ujar Kudlow. Sikap China yang semakin terbuka diharapkan mampu menjembatani perbedaan yang selama ini membuat jarak antara Washington-Beijing. Dengan demikian, proses menuju damai dagang akan semakin mudah. 


Kemudian, pelaku pasar juga lega karena ancaman resesi di AS sudah memudar. Ini terlihat dari perkembangan di pasar obligasi pemerintah AS, di mana tidak lagi terjadi inversi. 

Pada pukul 09:25 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan ada di 2,4278% sementara yang tenor 10 tahun sebesar 2,5223%. Sudah normal, yield tenor panjang lebih tinggi ketimbang tenor pendek. Artinya, risiko resesi di AS sudah semakin samar-samar.   


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular