
Investor Masih Wait and See, Harga Emas Tak Bergairah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
02 April 2019 14:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas di pasar dunia pada perdagangan Selasa siang (2/4/2019) belum banyak bergerak dan masih berkutat di zona merah.
Hingga pukul 14:00 WIB, harga emas untuk kontrak Juni di bursa berjangka New York Commodity Exchange (COMEX) terkoreksi 0,12% ke posisi US$ 1292,7/troy ounce setelah sebelumnya amblas 0,33% pada perdagangan kemarin.
Adapun harga emas di pasar spot juga menguat terbatas 0,08% ke level US$ 1288,4/troy ounce setelah turun 0,35% kemarin.
Selama sepekan, harga emas di bursa COMEX dan spot amblas masing-masing sebesar 1,7% dan 2,05% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya sebesar 0,67%.
Pergerakan harga emas pada hari ini mendapat tarikan yang cukup kuat dari berbagai sentimen ekonomi global.
Namun kekhawatiran investor akan perlambatan ekonomi global yang mulai terkikis membuat emas sedikit kehilangan daya tarik. Ini terjadi lantaran rilis data makroekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang cukup gemilang.
Kemarin, data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Ini merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara. Status AS dan China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia tentu akan berpengaruh ke ekonomi global yang juga berpotensi melaju lebih kencang.
Risiko Brexit
Investor pun enggan untuk main aman. Aset-aset penuh risiko di negara berkembang pun menjadi incaran. Termasuk Indonesia. Emas yang sering dijadikan pelindung nilai (hedging) alih-alih sebagai investasi, emas pun banyak dilepas.
Selain itu, perekonomian AS yang terlihat membaik juga membuat dolar menjadi sangat perkasa. Hingga pukul 14:00 WIB, nilai Dollar Index (DXY) yang menjadi cerminan posisi greenback terhadap enam mata uang dunia menguat 0,14% ke posisi 97,37.
Semakin kuat dolar, maka semakin mahal pula harga emas bagi pemegang mata uang lain. Alhasil kilau emas semakin pudar.
Akan tetapi risiko No Deal Brexit yang juga meningkat berpotensi membuat pelaku pasar tak ingin terburu-buru agresif dalam berinvestasi.
Kemarin parlemen Inggris gagal untuk mencapai kesepakatan atas langkah Brexit selanjutnya. Dengan begitu, Perdana Menteri Theresa May kemungkinan akan mengajukan proposal Brexit (lagi) di hadapan parlemen pada Selasa ini (2/4/2019) waktu setempat.
Jika proposalnya kembali ditolak, maka nasib Brexit menjadi semakin tak jelas. Potensi Inggris keluar tanpa adanya kesepakatan dengan Uni Eropa semakin terbuka lebar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Meski Reli Akhir Tahun, Harga Emas Koreksi 2,34% pada 2018
Hingga pukul 14:00 WIB, harga emas untuk kontrak Juni di bursa berjangka New York Commodity Exchange (COMEX) terkoreksi 0,12% ke posisi US$ 1292,7/troy ounce setelah sebelumnya amblas 0,33% pada perdagangan kemarin.
Adapun harga emas di pasar spot juga menguat terbatas 0,08% ke level US$ 1288,4/troy ounce setelah turun 0,35% kemarin.
Pergerakan harga emas pada hari ini mendapat tarikan yang cukup kuat dari berbagai sentimen ekonomi global.
Namun kekhawatiran investor akan perlambatan ekonomi global yang mulai terkikis membuat emas sedikit kehilangan daya tarik. Ini terjadi lantaran rilis data makroekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang cukup gemilang.
Kemarin, data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Ini merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara. Status AS dan China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia tentu akan berpengaruh ke ekonomi global yang juga berpotensi melaju lebih kencang.
Risiko Brexit
Investor pun enggan untuk main aman. Aset-aset penuh risiko di negara berkembang pun menjadi incaran. Termasuk Indonesia. Emas yang sering dijadikan pelindung nilai (hedging) alih-alih sebagai investasi, emas pun banyak dilepas.
Selain itu, perekonomian AS yang terlihat membaik juga membuat dolar menjadi sangat perkasa. Hingga pukul 14:00 WIB, nilai Dollar Index (DXY) yang menjadi cerminan posisi greenback terhadap enam mata uang dunia menguat 0,14% ke posisi 97,37.
Semakin kuat dolar, maka semakin mahal pula harga emas bagi pemegang mata uang lain. Alhasil kilau emas semakin pudar.
Akan tetapi risiko No Deal Brexit yang juga meningkat berpotensi membuat pelaku pasar tak ingin terburu-buru agresif dalam berinvestasi.
Kemarin parlemen Inggris gagal untuk mencapai kesepakatan atas langkah Brexit selanjutnya. Dengan begitu, Perdana Menteri Theresa May kemungkinan akan mengajukan proposal Brexit (lagi) di hadapan parlemen pada Selasa ini (2/4/2019) waktu setempat.
Jika proposalnya kembali ditolak, maka nasib Brexit menjadi semakin tak jelas. Potensi Inggris keluar tanpa adanya kesepakatan dengan Uni Eropa semakin terbuka lebar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Meski Reli Akhir Tahun, Harga Emas Koreksi 2,34% pada 2018
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular