
Dolar AS 'Obrak-Abrik' Asia, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2019 10:24

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga perkasa secara global. Pada pukul 10:14 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,1%.
Dolar AS mendapat kekuatan dari penderitaan mata uang Eropa. Pada pukul 09:14 WIB, dolar AS menguat 0,22% terhadap poundsterling Inggris dan 0,07% terhadap euro.
Sterling tertekan akibat dinamika Brexit yang semakin tidak jelas. Parlemen Inggris gagal mencapai suara mayoritas untuk berbagai alternatif yang tersedia setelah proposal Brexit yang diajukan pemerintah tiga kali ditolak.
Steven Barclay, Menteri Urusan Brexit Inggris, menegaskan bahwa kegagalan parlemen mencapai kata sepakat membuat satu-satu opsi yang tersisa bagi Negeri Ratu Elizabeth saat ini adalah meninggalkan Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa pada 12 April. No-deal Brexit.
Sementara euro melemah akibat rilis data inflasi. Pada Maret, inflasi Zona Euro tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,5% YoY dan masih jauh dari target mendekati 2% yang dipasang Bank Sentral Uni Eropa (ECB).
Inflasi yang masih lambat menandakan permintaan di Eropa belum pulih. Artinya, ECB kemungkinan besar tetap akan mempertahankan kebijakan moneter longgar bin akomodatif untuk mendorong permintaan. Tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat sehingga euro menjadi kurang seksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Dolar AS mendapat kekuatan dari penderitaan mata uang Eropa. Pada pukul 09:14 WIB, dolar AS menguat 0,22% terhadap poundsterling Inggris dan 0,07% terhadap euro.
Sterling tertekan akibat dinamika Brexit yang semakin tidak jelas. Parlemen Inggris gagal mencapai suara mayoritas untuk berbagai alternatif yang tersedia setelah proposal Brexit yang diajukan pemerintah tiga kali ditolak.
Sementara euro melemah akibat rilis data inflasi. Pada Maret, inflasi Zona Euro tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,5% YoY dan masih jauh dari target mendekati 2% yang dipasang Bank Sentral Uni Eropa (ECB).
Inflasi yang masih lambat menandakan permintaan di Eropa belum pulih. Artinya, ECB kemungkinan besar tetap akan mempertahankan kebijakan moneter longgar bin akomodatif untuk mendorong permintaan. Tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat sehingga euro menjadi kurang seksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular