
Satu Semangat dengan Bursa Utama Asia, IHSG Terdongkrak 0,37%
Dwi Ayuningtyas & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 April 2019 09:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,37% ke level 6.476,62. IHSG bersamaan dengan bursa kawasan Asian lainnya masih bergairah.
Bursa saham utama kawasan Asia kompak berada di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,1%, indeks Straits Times naik 0,59%, indeks Hang Seng naik 0,59%, indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Kospi naik 0,41%
Seperti rekan-nya di Benua Kuning, penguatan IHSG juga didukung oleh perkembangan positif damai dagang AS-China
Dialog yang sedang berlangsung antara AS dan China mendorong harapan bahwa kedua negara akan segera menuju kesepakatan. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengemukakan lewat cuitan Twitter mengemukakan bahwa dialog berlangsung dengan sangat komprehensif dan detil dalam membahas perumusan masalah AS dan China.
Selain itu, rilis data ekonomi AS-China yang menggembirakan semakin memicu aksi beli investor.
Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China di bulan Maret tercatat di 50,8, dimana merupakan perolehan terbaik dalam 8 bulan terakhir, dilansir Trading Economics. Pencapaian di atas 50 artinya bisnis usaha sedang ekspansif.
Sedangkan dari Negeri Paman Sam, indeks PMI manufaktur bulan Maret dibukukan pada level 55,3, lebih tinggi dibanding konsensus pasar sebesar 54,5, dilansir Trading Economics. Sebagai catatan, capaian pada bulan Februari merupakan yang paling rendah sejak November 2016.
Angka PMI kedua negara yang tumbuh dan menyentuh level 50, menandakan bahwa sektor manufaktur dua perekonomian terbesar di dunia masih menandakan adanya peningkatan aktifitas. Alhasil, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia dapat sedikit diredam. Terlebih lagi, pelaku pasar nampaknya sudah berhasil mencerna rilis data inflasi Indonesia kemarin (1/4/2019).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa terjadi inflasi sebesar 0,11% secara bulanan, tidak jauh berbeda dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 0,12%.
Sedangkan inflasi tahunan tercatat 2,48% dan merupakan laju paling lambat sejak November 2019.
Namun, pada dasarnya, pelemahan inflasi pada bulan Maret bukan disebabkan penurunan daya beli masyarakat, tapi karena harga bahan makanan yang relatif terjaga.
Ini disebabka bulan lalu adalah musim panen untuk bahan pokok, sehingga stok melimpah dan dapat menekan harga.
Lebih lanjut, jika inflasi rendah maka suku bunga perbankan berpotensi untuk turun sehingga marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM) mereka bisa dijaga supaya tidak tertekan.
Jika NIM bisa dijaga supaya tidak tertekan, tentu pendapatan dan laba bersih akan bisa dijaga.
Estimasi pertumbuhan laba perbankan, tentunya akan mendorong pelaku pasar untuk kembali melakukan aksi beli atas emiten-emiten perbankan tanah air. Pergerakan ini sudah dapat terlihat, hingga berita ini dimuat indeks sektor keuangan (JKFINA), pada awal perdagangan hari ini (2/4/2019) menguat 0,71% ke lebel 1,273.55 poin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Bursa saham utama kawasan Asia kompak berada di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,1%, indeks Straits Times naik 0,59%, indeks Hang Seng naik 0,59%, indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Kospi naik 0,41%
Seperti rekan-nya di Benua Kuning, penguatan IHSG juga didukung oleh perkembangan positif damai dagang AS-China
Dialog yang sedang berlangsung antara AS dan China mendorong harapan bahwa kedua negara akan segera menuju kesepakatan. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengemukakan lewat cuitan Twitter mengemukakan bahwa dialog berlangsung dengan sangat komprehensif dan detil dalam membahas perumusan masalah AS dan China.
Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China di bulan Maret tercatat di 50,8, dimana merupakan perolehan terbaik dalam 8 bulan terakhir, dilansir Trading Economics. Pencapaian di atas 50 artinya bisnis usaha sedang ekspansif.
Sedangkan dari Negeri Paman Sam, indeks PMI manufaktur bulan Maret dibukukan pada level 55,3, lebih tinggi dibanding konsensus pasar sebesar 54,5, dilansir Trading Economics. Sebagai catatan, capaian pada bulan Februari merupakan yang paling rendah sejak November 2016.
Angka PMI kedua negara yang tumbuh dan menyentuh level 50, menandakan bahwa sektor manufaktur dua perekonomian terbesar di dunia masih menandakan adanya peningkatan aktifitas. Alhasil, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia dapat sedikit diredam. Terlebih lagi, pelaku pasar nampaknya sudah berhasil mencerna rilis data inflasi Indonesia kemarin (1/4/2019).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa terjadi inflasi sebesar 0,11% secara bulanan, tidak jauh berbeda dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 0,12%.
Sedangkan inflasi tahunan tercatat 2,48% dan merupakan laju paling lambat sejak November 2019.
Namun, pada dasarnya, pelemahan inflasi pada bulan Maret bukan disebabkan penurunan daya beli masyarakat, tapi karena harga bahan makanan yang relatif terjaga.
Ini disebabka bulan lalu adalah musim panen untuk bahan pokok, sehingga stok melimpah dan dapat menekan harga.
Lebih lanjut, jika inflasi rendah maka suku bunga perbankan berpotensi untuk turun sehingga marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM) mereka bisa dijaga supaya tidak tertekan.
Jika NIM bisa dijaga supaya tidak tertekan, tentu pendapatan dan laba bersih akan bisa dijaga.
Estimasi pertumbuhan laba perbankan, tentunya akan mendorong pelaku pasar untuk kembali melakukan aksi beli atas emiten-emiten perbankan tanah air. Pergerakan ini sudah dapat terlihat, hingga berita ini dimuat indeks sektor keuangan (JKFINA), pada awal perdagangan hari ini (2/4/2019) menguat 0,71% ke lebel 1,273.55 poin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular