Perjalanan Rupiah Hari Ini Bak Liverpool yang Kalahkan Spurs

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 April 2019 16:48
Perjalanan Rupiah Hari Ini Bak Liverpool yang Kalahkan Spurs
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini ditutup menguat. Rupiah sempat nyaman di zona hijau, lalu terpeleset sebentar, dan berhasil menguat pada saat-saat terakhir. 

Pada Senin (1/4/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.220 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah identik dengan posisi penutupan yaitu menguat 0,11%. Rupiah nyaman hampir seharian di zona hijau, tetap sempat agak limbung jelang penutupan pasar. 


Mata uang Tanah Air sempat mencicipi zona merah alias melemah selama beberapa saat. Namun beberapa menit jelang lapak tutup, rupiah berhasil menguat dan akhirnya finis dengan apresiasi yang lumayan meyakinkan.

Perjalanan rupiah hari ini mirip apa yang dialami Liverpool dalam laga versus Totenham Hotspur tadi malam. Liverpool yang unggul lebih dulu berada di zona nyaman dan Spurs pun mendapat kesempatan menyerang. 

Spurs akhirnya bisa menyamakan kedudukan, dan Liverpool seolah bangkit dari tidur. Akhirnya jelang akhir pertandingan, menit terakhir waktu normal, Liverpool berhasil unggul 2-1 yang bertahan hingga pertandingan berakhir.



Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Asia yang mayoritas menguat di hadapan dolar AS. Hanya rupee India dan yen Jepang yang masih menghuni zona merah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:21 WIB: 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah cs berhasil memanfaatkan dolar AS yang sedang dalam posisi bertahan. Pada pukul 16:28 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,23%. 

Wajar saja, sepanjang pekan lalu Dollar Index menguat 0,65%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini masih menguat 0,54%. Jadi memang dolar AS sudah agak terlalu mahal dan rentan terserang ambil untung (profit taking). 

Selain itu, sentimen negatif yang mendera dolar AS adalah komentar bakal calon pejabat teras The Federal Reserve/The Fed, Stephen Moore. Penasihat ekonomi Gedung Putih ini digadang-gadang akan diajukan oleh Presiden Donald Trump untuk mengisi salah satu posisi di Dewan Gubernur The Fed. 

Dalam wawancara dengan New York Times, Moore menegaskan bahwa The Fed bisa memangkas suku bunga acuan 50 basis poin (bps) dalam waktu dekat. Pasalnya, Moore menilai kenaikan Federal Funds Rate pada September dan Desember tahun lalu sebagai sebuah kesalahan. 

"Saya sangat marah, dan Bapak Presiden juga marah (dengan kenaikan suku bunga acuan). Kenaikan suku bunga acuan, apalagi pada Desember, tidak bisa dijelaskan. Harga komoditas sudah jatuh," tegas Moore. 

Jika Moore benar-benar masuk menjadi anggota Dewan Gubernur The Fed, maka kebijakan bank sentral AS ke depan diperkirakan semakin akomodatif. Penurunan Federal Funds Rate bisa saja menjadi kenyataan. 


Baca:
Perhatian! Suku Bunga The Fed Bisa Saja Turun


Penurunan suku bunga acuan akan semakin membuat berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS kurang menarik. Akibatnya, langkah mata uang Negeri Paman Sam semakin berat karena tekanan jual. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain dolar AS yang sedang tertekan, sebenarnya risk appetite investor juga sedang tinggi karena sejumlah data positif di Asia. Di China, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur versi Caixin pada Maret tercatat 50,8. Ini menjadi pencapaian terbaik dalam 8 bulan terakhir. 

Sementara di Indonesia, angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Maret berada di 51,2 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,1. Angka ini menjadi yang terbaik sejak Desember 2018. 

Data-data ini menunjukkan bahwa geliat dunia usaha masih ada, masih ada ekspansi. Ujungnya tentu akan mendongrak potensi pertumbuhan ekonomi, dan ini mendapat apresiasi dari pasar.

Belum lagi hawa damai dagang AS-China semakin terasa. Beijing memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk produk otomotif dan suku cadang made in the USA. Sedianya tarif bea masuk untuk produk ini akan naik dari 10% ke 25% mulai 2 April, tetapi kemudian ditunda.


Langkah ini ditempuh karena hubungan Beijing-Washington yang semakin kondusif. Pekan ini, Wakil Perdana Menteri China Liu He akan melanjutkan dialog dagang dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer di Washington.

Harapan damai dagang AS-China yang bisa terwujud dalam waktu dekat membuat pelaku pasar bergairah. Aset-aset di negara berkembang kembali menjadi incaran sehingga membuat mata uang Asia menguat, termasuk rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular