Rupiah Menguat Nyaris 1% pada Kuartal I, ke Depan Bagaimana?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 March 2019 12:06
Hati-hati <i>No-Deal Brexit</i>
Ilustrasi Dolar AS (REUTERS/Sertac Kayar)
Pertama adalah perkembangan Brexit. Proposal Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May lagi-lagi kandas di parlemen. Dalam voting untuk kali ketiga, proposal ini kalah dengan perbandingan suara 344-286.

Seperti pertandingan bisbol, ketiga tiga kali strike maka Anda harus keluar. Bagi Inggris, yang dimaksud keluar adalah kemungkinan besar meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa. No-Deal Brexit.


Kini London hanya punya waktu 2 pekan atau sampai 12 April untuk bersiap-siap cerai dengan Brussel, apapun yang terjadi. Padahal kalau parlemen menyetujui proposal Brexit pekan ini, Inggris punya waktu yang lebih panjang untuk mempersiapkan diri yaitu sampai 22 Mei.

Awan ketidakpastian menyelimuti Eropa. No-Deal Brexit adalah hal yang sangat dihindari, karena dampaknya sama-sama tidak enak buat Inggris dan Uni Eropa. Barang-barang made in the UK akan kena bea masuk saat dikirim ke negara-negara Uni Eropa, begitu pula sebaliknya. Artinya, arus perdagangan akan agak seret, tidak selancar sebelumnya.

Bagi Indonesia, mungkin dampak langsung dari kisruh Brexit tidak terlalu signifikan karena Inggris dan Uni Eropa bukan negara-negara mitra dagang utama. Namun ada efek lain yang tidak bisa dinafikan, yaitu sentimen di pasar keuangan.

Seperti saat krisis fiskal di Yunani, Brexit bisa membawa chaos di pasar keuangan global. Investor ogah mengambil risiko, semua berbondong-bondong menyelamatkan diri ke instrumen aman (safe haven).

Saat ini kejadian, tahu dong siapa yang diuntungkan? Tepat sekali, dolar AS.

Kalau arus modal menyemut di dolar AS, maka pasar keuangan negara berkembang Asia hanya kebagian remah-remah. Rupiah bakal kekurangan gizi, dan bisa terus melemah.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular