
Duh! Seluruh Indeks Saham Kawasan Asia Menguat kecuali IHSG
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 March 2019 16:47

Di sisi lain, penguatan bursa saham regional dibatasi oleh kisruh seputar proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit (British Exit).
Beberapa hari yang lalu, parlemen Inggris gagal menentukan opsi yang akan diambil terkait dengan Brexit. Total, ada 8 alternatif yang diajukan kepada anggota parlemen, namun tak ada satu pun yang berhasil meraup suara mayoritas.
Kini, nasib Inggris menjadi luar biasa tidak jelas. Pada hari ini waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan mengajukan kembali proposal Brexit kepada parlemen. Sebelumnya, proposal Brexit yang diajukan oleh May sudah ditolak sebanyak 2 kali.
Jika sampai ditolak lagi pada hari ini, Uni Eropa sudah menegaskan bahwa Inggris hanya memiliki 2 opsi: meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun (No-Deal Brexit) pada 12 April mendatang atau perpanjangan tenggat waktu Brexit yang panjang.
Kalau sampai opsi No-Deal Brexit yang diambil, dampaknya dipastikan parah. Inggris dan Uni Eropa tak bisa lagi leluasa berdagang dengan tarif yang rendah atau tanpa tarif sama sekali seperti yang selama ini terjadi. Tarif dalam perdagangan Inggris-Uni Eropa akan mengacu kepada standar dari WTO yang pastinya lebih tinggi.
Jika dihitung, pada tahun 2018 ekspor Inggris ke 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya yakni Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mencapai 17,1% dari total ekspor mereka. Dari sisi impor, kontribusi 5 negara tersebut dari total impor Inggris adalah sebesar 26,2%. Ingat, itu baru kontribusi dari 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya dan bukan dari seluruh anggota Uni Eropa.
Parahnya dampak dari No-Deal Brexit sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh Bank of England (BoE) selaku bank sentral Inggris. BoE telah memperingatkan bahwa No-Deal Brexit bisa mengakibatkan resesi.
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm)
Beberapa hari yang lalu, parlemen Inggris gagal menentukan opsi yang akan diambil terkait dengan Brexit. Total, ada 8 alternatif yang diajukan kepada anggota parlemen, namun tak ada satu pun yang berhasil meraup suara mayoritas.
Kini, nasib Inggris menjadi luar biasa tidak jelas. Pada hari ini waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan mengajukan kembali proposal Brexit kepada parlemen. Sebelumnya, proposal Brexit yang diajukan oleh May sudah ditolak sebanyak 2 kali.
Kalau sampai opsi No-Deal Brexit yang diambil, dampaknya dipastikan parah. Inggris dan Uni Eropa tak bisa lagi leluasa berdagang dengan tarif yang rendah atau tanpa tarif sama sekali seperti yang selama ini terjadi. Tarif dalam perdagangan Inggris-Uni Eropa akan mengacu kepada standar dari WTO yang pastinya lebih tinggi.
Jika dihitung, pada tahun 2018 ekspor Inggris ke 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya yakni Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mencapai 17,1% dari total ekspor mereka. Dari sisi impor, kontribusi 5 negara tersebut dari total impor Inggris adalah sebesar 26,2%. Ingat, itu baru kontribusi dari 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya dan bukan dari seluruh anggota Uni Eropa.
Parahnya dampak dari No-Deal Brexit sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh Bank of England (BoE) selaku bank sentral Inggris. BoE telah memperingatkan bahwa No-Deal Brexit bisa mengakibatkan resesi.
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular