
AS di Ambang Resesi, Haruskah RI Khawatir?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
26 March 2019 07:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Optimisme para ekonom Amerika Serikat (AS) tentang prospek pertumbuhan ekonomi negaranya semakin suram.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melambat lebih lanjut pada tahun 2020, dengan pertumbuhan hanya 2%, kata para ekonom dari Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis (NABE) dalam laporan triwulanan mereka yang dirilis Senin (25/3/2019).
Meski untuk sementara ini proyeksi resesi pada tahun 2020 tetap rendah, namun kemungkinan itu terus meningkat, kata mereka, mengutip AFP.
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal atau lebih berturut-turut.
Tanda-tanda resesi di AS bahkan sudah muncul dari pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, di mana yield surat utang tenor 3 bulan lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.
Dalam hasil survey terhadap 55 ekonom NABE, para panelis menyebut peluang resesi mulai tahun 2019 adalah sekitar 20%, dan untuk tahun 2020 sebesar 35%, sedikit lebih tinggi daripada perkiraan di Desember.
Panelis melihat pertumbuhan upah sebagai penyebab meningkatnya risiko terbesar bagi perekonomian, meskipun diperkirakan hanya tumbuh 3% tahun ini, karena inflasi tetap di sekitar target 2% The Fed.
Sementara itu, di tengah kebijakan bea impor agresif Presiden Donald Trump, panel memproyeksikan defisit perdagangan akan naik ke rekor US$ 978 miliar tahun ini, mengalahkan rekor tahun lalu yang sebesar US$ 914 miliar.
Pasar saham Indonesia pun berpotensi tertekan dalam jangka waktu yang cukup lama seiring dengan perkembangan terbaru yang terjadi di AS.
Resesi di AS terakhir kali terjadi pada tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2007, ekonomi AS hanya tumbuh sebesar 1,88%, jauh melambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,85%. Pada tahun 2008 dan 2009, perekonomian AS terkontraksi masing-masing sebesar 0,14% dan 2,54%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai ke level 6,01% pada tahun 2008, dari sebelumnya 6,35% pada 2007, sebelum kemudian melandai lagi ke level 4,63% pada tahun 2009.
Saat AS mengalami resesi, maka permintaan atas produk-produk buatan Indonesia akan berkurang karena memang aktivitas ekonomi di sana lesu.
Penurunan ekspor ke AS akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan yang pada akhirnya menekan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
(prm) Next Article The Fed Bakal Makin Galak, Resesi Makin Dekat!
Ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melambat lebih lanjut pada tahun 2020, dengan pertumbuhan hanya 2%, kata para ekonom dari Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis (NABE) dalam laporan triwulanan mereka yang dirilis Senin (25/3/2019).
Meski untuk sementara ini proyeksi resesi pada tahun 2020 tetap rendah, namun kemungkinan itu terus meningkat, kata mereka, mengutip AFP.
Tanda-tanda resesi di AS bahkan sudah muncul dari pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, di mana yield surat utang tenor 3 bulan lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.
Dalam hasil survey terhadap 55 ekonom NABE, para panelis menyebut peluang resesi mulai tahun 2019 adalah sekitar 20%, dan untuk tahun 2020 sebesar 35%, sedikit lebih tinggi daripada perkiraan di Desember.
![]() |
Panelis melihat pertumbuhan upah sebagai penyebab meningkatnya risiko terbesar bagi perekonomian, meskipun diperkirakan hanya tumbuh 3% tahun ini, karena inflasi tetap di sekitar target 2% The Fed.
Sementara itu, di tengah kebijakan bea impor agresif Presiden Donald Trump, panel memproyeksikan defisit perdagangan akan naik ke rekor US$ 978 miliar tahun ini, mengalahkan rekor tahun lalu yang sebesar US$ 914 miliar.
Pasar saham Indonesia pun berpotensi tertekan dalam jangka waktu yang cukup lama seiring dengan perkembangan terbaru yang terjadi di AS.
Resesi di AS terakhir kali terjadi pada tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2007, ekonomi AS hanya tumbuh sebesar 1,88%, jauh melambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,85%. Pada tahun 2008 dan 2009, perekonomian AS terkontraksi masing-masing sebesar 0,14% dan 2,54%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai ke level 6,01% pada tahun 2008, dari sebelumnya 6,35% pada 2007, sebelum kemudian melandai lagi ke level 4,63% pada tahun 2009.
Saat AS mengalami resesi, maka permintaan atas produk-produk buatan Indonesia akan berkurang karena memang aktivitas ekonomi di sana lesu.
Penurunan ekspor ke AS akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan yang pada akhirnya menekan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
(prm) Next Article The Fed Bakal Makin Galak, Resesi Makin Dekat!
Most Popular