
Dibayangi Resesi AS, IHSG Anjlok 2% & Keluar dari Level 6.400
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
25 March 2019 15:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak mampu lagi bertahan di level psikologis 6.500 pada perdagangan sesi II. Hingga berita ini dimuat, IHSG sudah terkoreksi 2,01% menyentuh 6.394,26 poin yang merupakan pencapaian terendah semenjak 13 Maret 2019.
Sentimen eksternal terkait resesi ekonomi yang mungkin dihadapi AS, negara dengan perekonomian terbesar di dunia, tentunya membuat pelaku pasar ketar-ketir. Pasalnya, krisis subprime mortgage yang dialami Negeri Paman Sam pada tahun 2008-2009 menjelma menjadi krisis keuangan global.
Saat ada risiko besar membayangi perekonomian AS, maka investor akan mencari 'bunker' untuk berlindung yaitu ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven). Contoh safe haven favorit pelaku pasar adalah dollar AS, yen Jepang, franc Swiss, dan emas.
Buktinya, hingga pukul 14:30 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik sebesar 0,26% ke posisi US$ 1.315,7/troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot juga naik 0,22% ke posisi US$ 1.315,98/troy ounce, setelah juga terangkat 0,3% pada perdagangan akhir pekan lalu.
Aksi investor yang beralih ke safe heave tentunya membuat aset-aset yang berbasis mata uang rupiah sangat rentan terkoreksi. Apalagi IHSG sudah menguat lumayan tajam pekan lalu.
Risiko resesi di AS ditambah dengan ambil untung (profit taking) menjadi pasangan yang mematikan, dan besar kemungkinan IHSG akan sulit lari dari zona merah di perdagangan hari ini.
Sebagai informasi kekhawatiran pelaku pasar atas kemungkinan resesi ekonomi AS timbul setelah imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan mencatatkan nilai yang lebih besar dari yield dengan tenor 10 tahun.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Hantu 'Resesi' Muncul Lagi, Hati-hati IHSG Lanjut Merosot!
Sentimen eksternal terkait resesi ekonomi yang mungkin dihadapi AS, negara dengan perekonomian terbesar di dunia, tentunya membuat pelaku pasar ketar-ketir. Pasalnya, krisis subprime mortgage yang dialami Negeri Paman Sam pada tahun 2008-2009 menjelma menjadi krisis keuangan global.
Saat ada risiko besar membayangi perekonomian AS, maka investor akan mencari 'bunker' untuk berlindung yaitu ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven). Contoh safe haven favorit pelaku pasar adalah dollar AS, yen Jepang, franc Swiss, dan emas.
Buktinya, hingga pukul 14:30 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik sebesar 0,26% ke posisi US$ 1.315,7/troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot juga naik 0,22% ke posisi US$ 1.315,98/troy ounce, setelah juga terangkat 0,3% pada perdagangan akhir pekan lalu.
Risiko resesi di AS ditambah dengan ambil untung (profit taking) menjadi pasangan yang mematikan, dan besar kemungkinan IHSG akan sulit lari dari zona merah di perdagangan hari ini.
Sebagai informasi kekhawatiran pelaku pasar atas kemungkinan resesi ekonomi AS timbul setelah imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan mencatatkan nilai yang lebih besar dari yield dengan tenor 10 tahun.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Hantu 'Resesi' Muncul Lagi, Hati-hati IHSG Lanjut Merosot!
Most Popular