
Waspada Aksi Tersembunyi China, IHSG Mundur 0,06%
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
22 March 2019 12:46

Jakarta,CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi I, Jumat (21/3/2019), dengan melemah tipis sebesar 0,06% ke level 6.497,86.
Awalnya kinerja IHSG kompak dengan kinerja bursa utama kawasan Asia yang menguat, tapi perlahan memilih mundur dan masuk ke zona merah. Bursa saham Asia siang ini mayoritas menguat, dimana indeks Nikkei turun 0,05%, indeks Shanghai turun 0,51%, indeks Hang Seng turun 0,30%, indeks Kospi turun 0,16%, indeks Straits Times naik tipis 0,03%.
Investor domestik tampaknya masih ragu untuk masuk ke pasar lebih dalam. Masih mencermati lebih lanjut sikap dovish Bank Sentral AS/The Fed dan Bank Indonesia. Apalagi kedua bank sentral ini menunjukkan sikap untuk melonggarkan pengetatan moneter dan akan mulai menyuntikkan dana menyokong pertumbuhan ekonomi.
Rabu (20/3/2019) The Fed resmi menahan suku bunga acuan AS di kisaran 2,25%-2,5% dan memproyeksikan tidak akan menaikkan suku bunganya hingga akhir tahun. Aksi yang sungguh bertolak belakang dengan tahun 2018 dimana The Fed menaikkan suku bunga hingga 4 kali dan membuat rupiah keok dihadapan greenback.
Sikap serupa juga ditunjukkan BI kemarin (21/3/2019) yang ikut bersikap kalem dengan menahan suku bunga acuan BI tetap di level 6%. BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5-5,4%.
Meskipun keputusan The Fed dan BI sesuai dengan prediksi pasar, tapi mereka mengumumkan kebijakan yang mencerahkan perekonomian masing-masing negara.
The Fed mengindikasikan pada September mendatang akan berhenti merampingkan neracanya yang berarti berhenti menyedot likuiditas dari pasar. Walaupun, aksi The Fed ini terhitung netral, tapi setidaknya pertumbuhan ekonomi AS tidak dibatasi.
Di lain pihak, BI akan memastikan kecukupan likuiditas bank melalui operasi pasar terbuka (open market operation/OMP) yang meliputi memperbanyak transaksi term-repo, swap valas, dan bank diperbolehkan untuk menggadaikan surat berharga negara (SBN) untuk mendapat suntikan likuiditas.
BI juga berencana menaikkan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) menjadi 84-94% yang efektif dilaksakan pada 1 Juli mendatang. Dengan dinaikkannya RIM maka diharapkan bank-bank mampu meningkatkan penyaluran kredit secara efektif dan menstimulus pertumbuhan bagi dunia usaha.
Kebijakan pelonggaran likuiditas AS da Indonesia tentunya merupakan sinyal yang positif bagi investor, karena ada penopang bagi pertumbuhan ekonomi dunia.
Awalnya kinerja IHSG kompak dengan kinerja bursa utama kawasan Asia yang menguat, tapi perlahan memilih mundur dan masuk ke zona merah. Bursa saham Asia siang ini mayoritas menguat, dimana indeks Nikkei turun 0,05%, indeks Shanghai turun 0,51%, indeks Hang Seng turun 0,30%, indeks Kospi turun 0,16%, indeks Straits Times naik tipis 0,03%.
Investor domestik tampaknya masih ragu untuk masuk ke pasar lebih dalam. Masih mencermati lebih lanjut sikap dovish Bank Sentral AS/The Fed dan Bank Indonesia. Apalagi kedua bank sentral ini menunjukkan sikap untuk melonggarkan pengetatan moneter dan akan mulai menyuntikkan dana menyokong pertumbuhan ekonomi.
Sikap serupa juga ditunjukkan BI kemarin (21/3/2019) yang ikut bersikap kalem dengan menahan suku bunga acuan BI tetap di level 6%. BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5-5,4%.
Meskipun keputusan The Fed dan BI sesuai dengan prediksi pasar, tapi mereka mengumumkan kebijakan yang mencerahkan perekonomian masing-masing negara.
The Fed mengindikasikan pada September mendatang akan berhenti merampingkan neracanya yang berarti berhenti menyedot likuiditas dari pasar. Walaupun, aksi The Fed ini terhitung netral, tapi setidaknya pertumbuhan ekonomi AS tidak dibatasi.
Di lain pihak, BI akan memastikan kecukupan likuiditas bank melalui operasi pasar terbuka (open market operation/OMP) yang meliputi memperbanyak transaksi term-repo, swap valas, dan bank diperbolehkan untuk menggadaikan surat berharga negara (SBN) untuk mendapat suntikan likuiditas.
BI juga berencana menaikkan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) menjadi 84-94% yang efektif dilaksakan pada 1 Juli mendatang. Dengan dinaikkannya RIM maka diharapkan bank-bank mampu meningkatkan penyaluran kredit secara efektif dan menstimulus pertumbuhan bagi dunia usaha.
Kebijakan pelonggaran likuiditas AS da Indonesia tentunya merupakan sinyal yang positif bagi investor, karena ada penopang bagi pertumbuhan ekonomi dunia.
Pages
Most Popular