
Porsi Asing Tembus Rekor Rp 954 T, Harga Obligasi Terus Reli
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 March 2019 11:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Masuknya investor asing di pasar surat utang mampu mendorong reli penguatan harga obligasi rupiah pemerintah sejak pekan lalu.
Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) Kementerian Keuangan pada 20 Maret menunjukkan kepemilikan asing di pasar surat utang negara (SUN) kembali menembus level tertinggi sepanjang masa yakni Rp 954,08 triliun.
Porsi investor asing yang masuk ke pasar SUN rupiah juga bertambah dan mencapai rekor tertinggi tahun ini yaitu 38,58%.
Sejak akhir pekan lalu, investor asing sudah menggeruduk pasar surat utang rupiah pemerintah senilai Rp 11,41 triliun, dan sejak awal tahun tercatat posisi investor luar negeri sudah surplus Rp 60,83 triliun.
Angka itu juga sudah di atas angka aliran masuk investor asing sepanjang 2018 yang hanya Rp 57,1 triliun.
Harga obligasi rupiah negara pun meroket beruntun dan relinya belum berhenti hari ini sejak 12 Maret, seiring dengan masuknya investor asing tersebut.
Hari ini, Jumat (22/3/2019), reli penguatan harga obligasi berpotensi bertambah panjang, menggenapi hari ke-8 jika mampu bertahan hingga penutupan nanti sore.
Hal ini menunjukkan sentimen positif dari sikap bank sentral AS, The Fed, kemarin malam dan Bank Indonesia yang masih menyuburkan minat investor untuk masuk ke pasar surat utang hari ini. Kedua bank sentral itu menahan suku bunga acuannya.
Penguatan harga berturut-turut sudah terjadi sejak sepekan lalu dan membuat yield (imbal hasil) seri acuan 10 tahun yang menjadi acuan utama pasar turun 30 basis poin (bps). Hitungan 100 bps setara 1%.
Sejak posisi tertinggi tahun ini, yield seri acuan 10 tahun sudah turun 57 bps. Naiknya harga SUN itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,1 basis poin (bps) menjadi 7,92%. Tiga seri acuan lain juga kompak menguat.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 505 bps, menyempit dari posisi kemarin 507 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,53% dari posisi kemarin 2,539%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan tenor 3 tahun-5 tahun.
Investor 2 tahun-5 tahun lebih rutin terjadi, dan tenor 3 tahun-5 tahun yang lebih jarang terjadi semakin menegaskan inversi yang terjadi di pasar US Treasury.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di China, India, Malaysia, Rusia, Singapura, Thailand, dan Afsel. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Hal tersebut menunjukkan efek positif dari The Fed masih terjadi di hampir seluruh negara berkembang dan membuka peluang dipotongnya suku bunga acuan.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir
Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) Kementerian Keuangan pada 20 Maret menunjukkan kepemilikan asing di pasar surat utang negara (SUN) kembali menembus level tertinggi sepanjang masa yakni Rp 954,08 triliun.
Porsi investor asing yang masuk ke pasar SUN rupiah juga bertambah dan mencapai rekor tertinggi tahun ini yaitu 38,58%.
Sejak akhir pekan lalu, investor asing sudah menggeruduk pasar surat utang rupiah pemerintah senilai Rp 11,41 triliun, dan sejak awal tahun tercatat posisi investor luar negeri sudah surplus Rp 60,83 triliun.
Angka itu juga sudah di atas angka aliran masuk investor asing sepanjang 2018 yang hanya Rp 57,1 triliun.
Harga obligasi rupiah negara pun meroket beruntun dan relinya belum berhenti hari ini sejak 12 Maret, seiring dengan masuknya investor asing tersebut.
Hari ini, Jumat (22/3/2019), reli penguatan harga obligasi berpotensi bertambah panjang, menggenapi hari ke-8 jika mampu bertahan hingga penutupan nanti sore.
Hal ini menunjukkan sentimen positif dari sikap bank sentral AS, The Fed, kemarin malam dan Bank Indonesia yang masih menyuburkan minat investor untuk masuk ke pasar surat utang hari ini. Kedua bank sentral itu menahan suku bunga acuannya.
Penguatan harga berturut-turut sudah terjadi sejak sepekan lalu dan membuat yield (imbal hasil) seri acuan 10 tahun yang menjadi acuan utama pasar turun 30 basis poin (bps). Hitungan 100 bps setara 1%.
Sejak posisi tertinggi tahun ini, yield seri acuan 10 tahun sudah turun 57 bps. Naiknya harga SUN itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,1 basis poin (bps) menjadi 7,92%. Tiga seri acuan lain juga kompak menguat.
Yield Obligasi Negara Acuan 22 Mar 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 21 Mar 2019 (%) | Yield 22 Mar 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 21 Mar'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.164 | 7.139 | -2.50 | 7.0684 |
FR0078 | 10 tahun | 7.616 | 7.589 | -2.70 | 7.5434 |
FR0068 | 15 tahun | 7.944 | 7.921 | -2.30 | 7.8863 |
FR0079 | 20 tahun | 8.035 | 8.004 | -3.10 | 7.9513 |
Avg movement | -2.65 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 505 bps, menyempit dari posisi kemarin 507 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,53% dari posisi kemarin 2,539%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan tenor 3 tahun-5 tahun.
Investor 2 tahun-5 tahun lebih rutin terjadi, dan tenor 3 tahun-5 tahun yang lebih jarang terjadi semakin menegaskan inversi yang terjadi di pasar US Treasury.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 22 Mar 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 21 Mar 2019 (%) | Yield 22 Mar 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.473 | 2.466 | 3 bulan-5 tahun | 13.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.41 | 2.398 | 2 tahun-5 tahun | 6.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.348 | 2.334 | 3 tahun-5 tahun | 0.5 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.343 | 2.329 | 3 bulan-10 tahun | -6.4 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.539 | 2.53 | 2 tahun-10 tahun | -13.2 |
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di China, India, Malaysia, Rusia, Singapura, Thailand, dan Afsel. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Hal tersebut menunjukkan efek positif dari The Fed masih terjadi di hampir seluruh negara berkembang dan membuka peluang dipotongnya suku bunga acuan.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 21 Mar 2019 (%) | Yield 22 Mar 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.76 | 8.76 | 0.00 |
China | 3.163 | 3.135 | -2.80 |
Jerman | 0.039 | 0.047 | 0.80 |
Perancis | 0.402 | 0.407 | 0.50 |
Inggris | 1.064 | 1.067 | 0.30 |
India | 7.536 | 7.517 | -1.90 |
Jepang | -0.037 | -0.059 | -2.20 |
Malaysia | 3.803 | 3.802 | -0.10 |
Filipina | 5.986 | 5.986 | 0.00 |
Rusia | 8.28 | 8.2 | -8.00 |
Singapura | 2.059 | 2.037 | -2.20 |
Thailand | 2.48 | 2.46 | -2.00 |
Amerika Serikat | 2.539 | 2.53 | -0.90 |
Afrika Selatan | 8.76 | 8.745 | -1.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir
Most Popular