
Poundsterling Loyo Meski The Fed Dovish
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 March 2019 14:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Inggris, poundsterling, mampu menguat pada perdagangan Kamis (21/3/2019) meski masih terlihat loyo.
Pada pukul 13:04 WIB mata uang negeri Ratu Elizabeth ini ditransaksikan di kisaran US$1,3211 atau naik 0,1% dibandingkan penutupan Rabu. Poundsterling menjadi satu-satunya mata uang major currencies yang gagal menguat terhadap dolar, Rabu (20/3/19), meski Federal Reserve (The Fed) AS bersikap dovish.
Mengutip kuotasi MetaTrader 5, poundsterling mengakhiri perdagangan Rabu di level US$1,3192 atau melemah 0,53%.
Berlarut-larutnya negosiasi Brexit masih terus menghantui poundsterling. Uni Eropa (UE) akan mengadakan pertemuan di Brussels hari ini waktu setempat, bagaimana nasib Inggris kemungkinan akan diketahui setelah pertemuan itu.
Sebelumnya di pekan ini Parlemen Inggris telah menolak untuk melakukan voting proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May akibat tidak adanya perubahan secara substansial dibandingkan dengan proposal sebelumnya.
PM May dikabarkan akan meminta penundaan Brexit singkat di Brussels. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang populer disebut Brexit untuk saat ini harus dilakukan pada 29 Maret, hal tersebut kemungkinan bisa diundur jika Uni Eropa menyetujui penundaan singkat PM May.
Hal yang berat bagi PM May adalah berusaha mendapatkan persetujuan dari para pemimpin Eropa untuk penundaan tersebut, mengingat ada sikap pesimistis jika Pemerintah dan Parlemen Inggris dapat mencapai suara bulat mengenai proposal Brexit.
Selain masih terbebani ketidakpastian Brexit, Bank of England (BOE) yang akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini pukul 19:00 WIB juga menjadi perhatian para trader poundsterling.
BOE di bawah Pimpinan Mark Carney telah menyatakan kesiapannya untuk mengucurkan stimulus seandainya Brexit terjadi tanpa kesepakatan atau no-deal. Di sisi lain, kuatnya pasar tenaga kerja Inggris memunculkan suara-suara tipis jika suku bunga BOE kemungkinan akan dinaikkan di musim panas atau antara bulan Juni - September, dengan syarat Brexit berjalan lancar.
Data yang dirilis oleh Office for National Statistic (ONS) Selasa (19/3/19) lalu menunjukkan tingkat pengangguran Inggris turun menjadi 3,9%, menjadi yang terendah dalam 44 tahun terakhir. Sementara rata-rata upah naik sebesar 3,4%, jauh lebih tinggi dari inflasi sebesar 1,8% yang memberikan gambaran daya beli warga Inggris masih akan cukup kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/prm) Next Article Di Sesi Eropa, Dolar Australia Balik Tekuk Dolar AS
Pada pukul 13:04 WIB mata uang negeri Ratu Elizabeth ini ditransaksikan di kisaran US$1,3211 atau naik 0,1% dibandingkan penutupan Rabu. Poundsterling menjadi satu-satunya mata uang major currencies yang gagal menguat terhadap dolar, Rabu (20/3/19), meski Federal Reserve (The Fed) AS bersikap dovish.
Mengutip kuotasi MetaTrader 5, poundsterling mengakhiri perdagangan Rabu di level US$1,3192 atau melemah 0,53%.
Sebelumnya di pekan ini Parlemen Inggris telah menolak untuk melakukan voting proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May akibat tidak adanya perubahan secara substansial dibandingkan dengan proposal sebelumnya.
PM May dikabarkan akan meminta penundaan Brexit singkat di Brussels. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang populer disebut Brexit untuk saat ini harus dilakukan pada 29 Maret, hal tersebut kemungkinan bisa diundur jika Uni Eropa menyetujui penundaan singkat PM May.
Hal yang berat bagi PM May adalah berusaha mendapatkan persetujuan dari para pemimpin Eropa untuk penundaan tersebut, mengingat ada sikap pesimistis jika Pemerintah dan Parlemen Inggris dapat mencapai suara bulat mengenai proposal Brexit.
Selain masih terbebani ketidakpastian Brexit, Bank of England (BOE) yang akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini pukul 19:00 WIB juga menjadi perhatian para trader poundsterling.
BOE di bawah Pimpinan Mark Carney telah menyatakan kesiapannya untuk mengucurkan stimulus seandainya Brexit terjadi tanpa kesepakatan atau no-deal. Di sisi lain, kuatnya pasar tenaga kerja Inggris memunculkan suara-suara tipis jika suku bunga BOE kemungkinan akan dinaikkan di musim panas atau antara bulan Juni - September, dengan syarat Brexit berjalan lancar.
Data yang dirilis oleh Office for National Statistic (ONS) Selasa (19/3/19) lalu menunjukkan tingkat pengangguran Inggris turun menjadi 3,9%, menjadi yang terendah dalam 44 tahun terakhir. Sementara rata-rata upah naik sebesar 3,4%, jauh lebih tinggi dari inflasi sebesar 1,8% yang memberikan gambaran daya beli warga Inggris masih akan cukup kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/prm) Next Article Di Sesi Eropa, Dolar Australia Balik Tekuk Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular