
Menguat Sendiri Di Asia, Sesi I ditutup naik 0,07%
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
20 March 2019 12:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1, Rabu (20/3/2019), dengan menguat sebesar 0,07% ke level 6.484,61.
Kinerja IHSG hanya senada dengan indeks Nikkei namun berlawanan dengan kinerja mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 1,03%, indeks Hang Seng turun 0,48%, dan indeks Straits Times turun 0,64%, sedangkan indeks Nikkei naik 0,09%.
Bursa saham Benua Kuning mayoritas masih mengambil sikap mundur karena masih belum ada kepastian damai dagang AS-China. Meskipun kabar terbaru dari Bloomberg melaporkan, perwakilan dagang AS akan mengunjungi China untuk negosiasi lebih lanjut, namun China sepertinya menunjukkan sikap mundur.
"China mungkin mundur lagi dalam beberapa hal yang disepakati dalam dialog dagang. Kemudian pasar juga sedang menantikan pengumuman dari The Fed," ujar Bucky Hellwig, Senior Vice President di BB&T Wealth Management yang berbasis di Alabama, mengutip Reuters.
Pihak China khawatir karena belum adanya jaminan yang meyakinkan dari Washington bahwa berbagai bea impor yang dikenakan terhadap China akan dihapuskan. Pasalnya, pihak administratif Trump belum memberikan konfirmasi apakah akan membatalkan tarif impor senilai US$ 250 miliar yang akan dibebankan pada China.
Tanpa jaminan tersebut, permintaan Washington terkait mekanisme pasar tentunya sulit untuk disetujui oleh Negeri Tirai Bambu. Pihak Trump juga meminta kenaikan pembelian China atas produk-produk AS, seperti produk pertanian dan komoditas energi yang dapat membantu untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Amerika.
Belum lagi, perkembangan proses pemisahan Inggris-Uni Eropa masih membayangi bursa utama Asia.
Melansir Reuters, Parlemen Inggris memutuskan bahwa proposal Perdana Menteri Inggris Theresa May tidak akan diproses untuk pemungutan suara (voting) jika tidak ada perubahan fundamental di dalamnya. Sedangkan jika proposal yang baru tidak dapat diajukan, maka proses perceraian Inggris-Uni Eropa bisa ditutup tanpa kesepakatan (No-Deal Brexit).
Padahal May berharap, jika proposal barunya akhirnya lolos pemungutan suara, May akan meminta kepada Uni Eropa untuk menunda pelaksanaan Brexit setidaknya 3 bulan.
Uni Eropa akan menggelar pertemuan pada 21 Maret waktu setempat. Nasib Inggris akan ditentukan dalam pertemuan itu, karena penundaan Brexit harus disetujui oleh 27 negara anggota Uni Eropa.
Sejatinya Brussel setuju saja jika Inggris minta extra time. Namun harus jelas juga apa yang akan dilakukan oleh Inggris, bagaimana bisa menyelesaikan perdebatan di dalam negeri terutama meyakinkan parlemen. Sebab, sudah dua kali parlemen menolak proposal Brexit sehingga menimbulkan ketidakpastian.
"Kesabaran kami sedang diuji. Kepada kawan kami di London, cepat selesaikan karena waktu sudah sangat mepet," tegas Michael Roth, Menteri Urusan Eropa Republik Federal Jerman, mengutip Reuters.
Kinerja IHSG hanya senada dengan indeks Nikkei namun berlawanan dengan kinerja mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 1,03%, indeks Hang Seng turun 0,48%, dan indeks Straits Times turun 0,64%, sedangkan indeks Nikkei naik 0,09%.
Bursa saham Benua Kuning mayoritas masih mengambil sikap mundur karena masih belum ada kepastian damai dagang AS-China. Meskipun kabar terbaru dari Bloomberg melaporkan, perwakilan dagang AS akan mengunjungi China untuk negosiasi lebih lanjut, namun China sepertinya menunjukkan sikap mundur.
Pihak China khawatir karena belum adanya jaminan yang meyakinkan dari Washington bahwa berbagai bea impor yang dikenakan terhadap China akan dihapuskan. Pasalnya, pihak administratif Trump belum memberikan konfirmasi apakah akan membatalkan tarif impor senilai US$ 250 miliar yang akan dibebankan pada China.
Tanpa jaminan tersebut, permintaan Washington terkait mekanisme pasar tentunya sulit untuk disetujui oleh Negeri Tirai Bambu. Pihak Trump juga meminta kenaikan pembelian China atas produk-produk AS, seperti produk pertanian dan komoditas energi yang dapat membantu untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Amerika.
Belum lagi, perkembangan proses pemisahan Inggris-Uni Eropa masih membayangi bursa utama Asia.
Melansir Reuters, Parlemen Inggris memutuskan bahwa proposal Perdana Menteri Inggris Theresa May tidak akan diproses untuk pemungutan suara (voting) jika tidak ada perubahan fundamental di dalamnya. Sedangkan jika proposal yang baru tidak dapat diajukan, maka proses perceraian Inggris-Uni Eropa bisa ditutup tanpa kesepakatan (No-Deal Brexit).
Padahal May berharap, jika proposal barunya akhirnya lolos pemungutan suara, May akan meminta kepada Uni Eropa untuk menunda pelaksanaan Brexit setidaknya 3 bulan.
Uni Eropa akan menggelar pertemuan pada 21 Maret waktu setempat. Nasib Inggris akan ditentukan dalam pertemuan itu, karena penundaan Brexit harus disetujui oleh 27 negara anggota Uni Eropa.
Sejatinya Brussel setuju saja jika Inggris minta extra time. Namun harus jelas juga apa yang akan dilakukan oleh Inggris, bagaimana bisa menyelesaikan perdebatan di dalam negeri terutama meyakinkan parlemen. Sebab, sudah dua kali parlemen menolak proposal Brexit sehingga menimbulkan ketidakpastian.
"Kesabaran kami sedang diuji. Kepada kawan kami di London, cepat selesaikan karena waktu sudah sangat mepet," tegas Michael Roth, Menteri Urusan Eropa Republik Federal Jerman, mengutip Reuters.
Pages
Most Popular