
Asing Masuk Rp 170,5 M, Namun Gagal Selamatkan IHSG
Dwi Ayuningtyas & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 March 2019 17:09

Aksi beli yang dilakukan investor asing gagal menyelamatkan IHSG. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 170,5 miliar, menandai beli bersih selama 3 hari beruntun.
Terlepas dari perkembangan perang dagang AS-China dan Brexit yang kurang kondusif, aksi beli di pasar saham masih dilakukan investor asing. Rupiah yang cenderung menguat sepanjang hari memberikan optimisme bagi investor asing untuk terus masuk ke pasar saham Indonesia. Pada penutupan perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,07% ke level Rp 14.225/dolar AS.
Ekspektasi atas hasil dovish dari pertemuan The Federal Reserve menjadi motor penguatan rupiah. Pada hari Kamis (21/3/2019) waktu Indonesia, The Fed dijadwalkan merilis tingkat suku bunga acuan terbarunya.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 19 Maret 2019, terdapat peluang sebesar 98,7% bahwa The Fed akan menahan tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini.
Selain mengumumkan tingkat suku bunga acuannya yang terbaru, The Fed juga akan merilis dot plot versi terbaru. Sebagai catatan, dot plot merupakan sebuah survei dari para anggota FOMC (Federal Open Market Committee) selaku pengambil keputusan terkait proyeksi mereka atas tingkat suku bunga acuan pada akhir tahun.
Median dari dot plot terakhir yang dirilis The Fed menunjukkan bahwa akan ada kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini. Kini, investor berharap bahwa mediandari dot plot akan mengimplikasikan kenaikan suku bunga acuan yang tak begitu agresif atau bahkan mungkin tak ada kenaikan sama sekali.
Kontrak Federal Funds Futures menunjukkan bahwa terdapat peluang sebesar 25,6% The Fed akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini. Probabilitas tersebut meningkat dibandingkan posisi minggu lalu yang sebesar 21,6%.
Dari dalam negeri, kinerja rupiah juga ditopang oleh optimisme bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) bisa ditekan pada tahun ini. Pasalnya, jika ditotal neraca dagang Indonesia hanya membukukan defisit senilai US$ 734 juta dalam dua bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan defisit pada dua bulan pertama tahun 2018 yang mencapai US$ 809 juta.
Bahkan, pada Februari 2019 neraca dagang Indonesia sudah bisa membukukan surplus yakni senilai US$ 330 juta. Pada bulan januari, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 1,06 miliar.
Bagi pergerakan rupiah, pos transaksi berjalan tentulah merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing adalah: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 157 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 151,2 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 117,8 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 63,9 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 16,1 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Terlepas dari perkembangan perang dagang AS-China dan Brexit yang kurang kondusif, aksi beli di pasar saham masih dilakukan investor asing. Rupiah yang cenderung menguat sepanjang hari memberikan optimisme bagi investor asing untuk terus masuk ke pasar saham Indonesia. Pada penutupan perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,07% ke level Rp 14.225/dolar AS.
Ekspektasi atas hasil dovish dari pertemuan The Federal Reserve menjadi motor penguatan rupiah. Pada hari Kamis (21/3/2019) waktu Indonesia, The Fed dijadwalkan merilis tingkat suku bunga acuan terbarunya.
Selain mengumumkan tingkat suku bunga acuannya yang terbaru, The Fed juga akan merilis dot plot versi terbaru. Sebagai catatan, dot plot merupakan sebuah survei dari para anggota FOMC (Federal Open Market Committee) selaku pengambil keputusan terkait proyeksi mereka atas tingkat suku bunga acuan pada akhir tahun.
Median dari dot plot terakhir yang dirilis The Fed menunjukkan bahwa akan ada kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini. Kini, investor berharap bahwa mediandari dot plot akan mengimplikasikan kenaikan suku bunga acuan yang tak begitu agresif atau bahkan mungkin tak ada kenaikan sama sekali.
Kontrak Federal Funds Futures menunjukkan bahwa terdapat peluang sebesar 25,6% The Fed akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini. Probabilitas tersebut meningkat dibandingkan posisi minggu lalu yang sebesar 21,6%.
Dari dalam negeri, kinerja rupiah juga ditopang oleh optimisme bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) bisa ditekan pada tahun ini. Pasalnya, jika ditotal neraca dagang Indonesia hanya membukukan defisit senilai US$ 734 juta dalam dua bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan defisit pada dua bulan pertama tahun 2018 yang mencapai US$ 809 juta.
Bahkan, pada Februari 2019 neraca dagang Indonesia sudah bisa membukukan surplus yakni senilai US$ 330 juta. Pada bulan januari, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 1,06 miliar.
Bagi pergerakan rupiah, pos transaksi berjalan tentulah merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing adalah: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 157 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 151,2 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 117,8 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 63,9 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 16,1 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular