Ouch, Penguatan Rupiah Tinggal Tersisa 0,04%!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 March 2019 09:30
<i>Ouch</i>, Penguatan Rupiah Tinggal Tersisa 0,04%!
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun penguatan rupiah semakin terbatas. 

Pada Selasa (19/3/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.220. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, apresiasi rupiah semakin tipis. Pada pukul 09:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.230 di mana rupiah penguatan rupiah tinggal 0,04%. 


Sebagaimana rupiah, kekuatan berbagai mata uang utama Asia juga mulai luntur. Bahkan sebagian sudah terjerumus ke zona merah seperti yuan China, peso Filipina, atau dolar Taiwan.  

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:07 WIB: 

 

Apa yang dikhawatirkan sepertinya mulai terjadi. Dolar AS yang sudah tertekan lumayan lama mulai berani melawan balik. Pada pukul 09:08 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) memang masih menguat tetapi tinggal 0,05%.

Perlu dicatat bahwa dalam sepekan terakhir indeks ini sudah terkoreksi 0,48% dan selama 3 bulan ini melemah 0,65%.
 Artinya, saat ini dolar AS sudah semakin murah. Tentu ini menggoda investor untuk kembali mengoleksi mata uang Negeri Paman Sam. 

Apalagi sekarang sudah semakin dekat dengan akhir kuartal I-2019. Biasanya setiap akhir kuartal kebutuhan valas korporasi (terutama asing) meningkat karena harus menyetor dividen ke kantor pusatnya. Permintaan valas yang tinggi ini tentunya menjadi pemberat langkah rupiah.


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun rupiah masih bisa bertahan di zona hijau karena bantuan harga minyak. Pada pukul 09:13 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing turun  0,04% dan 0,07%.

Setelah menanjak pekan lalu, sepertinya si emas hitam sedang terserang ambil untung. Maklum dalam sepekan terakhir harga brent sudah naik 1,53% dan light sweet melonjak 3,86%. 



Koreksi harga minyak menjadi sentimen positif buat rupiah. Sebab harga minyak yang lebih murah akan menurunkan biaya impor komoditas ini, tentu menguntungkan bagi negara net importir seperti Indonesia. 

Dengan penurunan harga minyak, devisa yang 'terbakar' untuk kebutuhan impor bisa dikurangi. Akibatnya, tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan mereda sehingga rupiah punya ruang untuk menguat. 

Selain itu, dolar AS juga masih terbeban oleh sentimen jelang rapat The Federal Reserves/The Fed. Kemungkinan besar The Fed masih akan menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5%. Probabilitasnya mencapai 98,7%, menurut CME Fedwatch. 

Tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS menjadi kurang cuan. Oleh karena itu, arus modal masih akan cenderung menghindari mata uang Negeri Paman Sam meski kalau harganya sudah murah tentu jadi menarik di mata investor.  



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular