
Istana Tak Risau, Ekspor Februari Terkontraksi Sejak 2017
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 March 2019 19:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) meriis data perdagangan internasional periode Februari 2019. Sepanjang bulan lalu, ekspor nasional terkontraksi 11,33% secara tahunan.
Nilai ekspor bulan lalu mencapai US$ 12,53 miliar atau menjadi yang terendah sejak Juni 2017. Mirisnya, Juni 2017 dan 2018 merupakan periode hari raya Idul Fitri yang membuat hari kerja terpangkas signifikan.
Kinerja ekspor yang kurang menggembirakan itu pun mengindikasikan tekanan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Apalagi, penurunan kinerja ekspor dipicu oleh kontraksi pada sektor migas dan non migas.
Meski demikian, Istana Negara mengaku tak terlalu merisaukan hal tersebut. Pemerintah, pun akan terus memacu kinerja ekspor nasional di sisa tahun ini.
"Ekspor terus dipacu di tengah-tengah penurunan impor migas," kata Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika melalui pesan singkatnya, Jumat (15/3/2019).
Pada Februari lalu, Kementerian Perdagangan telah memperoleh hasil positif dari misi dagang ke India untuk mengurangi bea tarif sawit (crude palm oil/CPO). Indonesia, kata Erani, bisa memanfaatkan kondisi ini.
"Peluang ekspor lain ke India adalah produk perhiasan, sejumlah produk makanan dan minuman, serta produk tekstil. Pemerintah juga memacu kinerja ekspor daerah," tegasnya.
Hal tersebut, sambung Erani, terbukti dari sejumlah provinsi yang memiliki pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi yakni Bengkulu sebesar 29%, Lampung 24%, Aceh 13%, dan Banten 10,7%.
"[Angka ekspor] ada pertumbuhan ketimbang Februari 2018 dan diharapkan akan makin bagus untuk ke depan," kata Erani.
Istana, pun menaruh optimis dapat membalikkan surplus neraca perdagangan yang sampai saat ini masih mencatatkan defisit senilai US$ 734 juta
"Hingga akhir tahun, pemerintah optimis dapat memberikan surplus neraca perdagangan," tegasnya.
(dru) Next Article BPS: Ekspor Desember 2018 Turun 4,62%, Impor Tumbuh 1,16%
Nilai ekspor bulan lalu mencapai US$ 12,53 miliar atau menjadi yang terendah sejak Juni 2017. Mirisnya, Juni 2017 dan 2018 merupakan periode hari raya Idul Fitri yang membuat hari kerja terpangkas signifikan.
Kinerja ekspor yang kurang menggembirakan itu pun mengindikasikan tekanan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Apalagi, penurunan kinerja ekspor dipicu oleh kontraksi pada sektor migas dan non migas.
"Ekspor terus dipacu di tengah-tengah penurunan impor migas," kata Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika melalui pesan singkatnya, Jumat (15/3/2019).
Pada Februari lalu, Kementerian Perdagangan telah memperoleh hasil positif dari misi dagang ke India untuk mengurangi bea tarif sawit (crude palm oil/CPO). Indonesia, kata Erani, bisa memanfaatkan kondisi ini.
"Peluang ekspor lain ke India adalah produk perhiasan, sejumlah produk makanan dan minuman, serta produk tekstil. Pemerintah juga memacu kinerja ekspor daerah," tegasnya.
Hal tersebut, sambung Erani, terbukti dari sejumlah provinsi yang memiliki pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi yakni Bengkulu sebesar 29%, Lampung 24%, Aceh 13%, dan Banten 10,7%.
"[Angka ekspor] ada pertumbuhan ketimbang Februari 2018 dan diharapkan akan makin bagus untuk ke depan," kata Erani.
Istana, pun menaruh optimis dapat membalikkan surplus neraca perdagangan yang sampai saat ini masih mencatatkan defisit senilai US$ 734 juta
"Hingga akhir tahun, pemerintah optimis dapat memberikan surplus neraca perdagangan," tegasnya.
(dru) Next Article BPS: Ekspor Desember 2018 Turun 4,62%, Impor Tumbuh 1,16%
Most Popular