
Neraca Dagang Surplus, Kok Rupiah Malah Melemah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2019 09:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah tetap melemah meski ada sentimen positif dari rilis data perdagangan internasional.
Pada Jumat (15/3/2019) pukul 09:48 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.290. Melemah 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Depresiasi rupiah semakin tebal, karena saat pembukaan 'cuma' melemah 0,13%.
Padahal ada sentimen yang semestinya positif buat rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Februari turun 11,33% year-on-year (YoY) sementara impor anjlok lebih dalam yaitu 13,98% YoY.
Ini membuat neraca perdagangan mencatat surplus US$ 330 juta. Realisasi data Februari jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 841 juta.
Dengan begitu, neraca perdagangan batal mencatat defisit selama 5 bulan beruntun. Rekor terpanjang masih 4 bulan berturut-turut, yang kali terakhir terjadi pada Agustus-November 2014.
Data ini memberi harapan transaksi berjalan (current account) kuartal I-2019 bisa membaik. Ada peluang defisit transaksi berjalan tidak sedalam kuartal sebelumnya yang mencapai 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit transaksi berjalan yang membaik tentunya positif bagi rupiah. Mata uang Tanah Air akan ditopang oleh devisa yang lebih baik sehingga punya lebih banyak ruang untuk menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma dari dalam negeri, sentimen eksternal pun sebenarnya kondusif buat rupiah. Data ekonomi terbaru di China juga hasilnya memuaskan.
Rata-rata harga rumah baru di Negeri Tirai Bambu pada Februari 2019 naik 10,4% YoY, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 10% YoY. Kenaikan pada Februari menjadi terbaik sejak Mei 2017. Ini menandakan konsumsi di Negeri Panda masih cukup kuat.
Perkembangan Brexit juga lumayan positif karena parlemen Inggris menyetujui perpanjangan waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa. Perceraian yang sedianya berlangsung pada 29 Maret diminta mundur setidaknya menjadi 30 Juni.
Bahkan Uni Eropa menawarkan perpanjangan waktu yang lebih lama, yaitu setahun. Dengan begitu, Inggris punya lebih banyak waktu untuk mendapatkan kesepakatan terbaik.
Harga minyak pun sebenarnya positif buat rupiah. Pada pukul 09:45 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,06% dan 0,03%.
Penurunan harga minyak positif buat rupiah karena akan mengurangi beban impor migas. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ketika impor migas turun maka tekanan di transaksi berjalan akan berkurang dan ini tentu baik bagi rupiah.
Jadi mengapa rupiah masih melemah? Sepertinya tinggal satu jawaban tersisa, ambil untung.
Sejak awal tahun sampai kemarin, rupiah masih menguat 0,79% terhadap dolar AS. Investor masih menyimpan cuan yang bisa direalisasikan kapan saja dan itu mungkin terjadi hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Help! Rupiah Kian Terpuruk, Sentuh Rp 15.020/US$
Pada Jumat (15/3/2019) pukul 09:48 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.290. Melemah 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Depresiasi rupiah semakin tebal, karena saat pembukaan 'cuma' melemah 0,13%.
Padahal ada sentimen yang semestinya positif buat rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Februari turun 11,33% year-on-year (YoY) sementara impor anjlok lebih dalam yaitu 13,98% YoY.
Ini membuat neraca perdagangan mencatat surplus US$ 330 juta. Realisasi data Februari jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 841 juta.
Dengan begitu, neraca perdagangan batal mencatat defisit selama 5 bulan beruntun. Rekor terpanjang masih 4 bulan berturut-turut, yang kali terakhir terjadi pada Agustus-November 2014.
Data ini memberi harapan transaksi berjalan (current account) kuartal I-2019 bisa membaik. Ada peluang defisit transaksi berjalan tidak sedalam kuartal sebelumnya yang mencapai 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit transaksi berjalan yang membaik tentunya positif bagi rupiah. Mata uang Tanah Air akan ditopang oleh devisa yang lebih baik sehingga punya lebih banyak ruang untuk menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma dari dalam negeri, sentimen eksternal pun sebenarnya kondusif buat rupiah. Data ekonomi terbaru di China juga hasilnya memuaskan.
Rata-rata harga rumah baru di Negeri Tirai Bambu pada Februari 2019 naik 10,4% YoY, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 10% YoY. Kenaikan pada Februari menjadi terbaik sejak Mei 2017. Ini menandakan konsumsi di Negeri Panda masih cukup kuat.
Perkembangan Brexit juga lumayan positif karena parlemen Inggris menyetujui perpanjangan waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa. Perceraian yang sedianya berlangsung pada 29 Maret diminta mundur setidaknya menjadi 30 Juni.
Bahkan Uni Eropa menawarkan perpanjangan waktu yang lebih lama, yaitu setahun. Dengan begitu, Inggris punya lebih banyak waktu untuk mendapatkan kesepakatan terbaik.
Harga minyak pun sebenarnya positif buat rupiah. Pada pukul 09:45 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,06% dan 0,03%.
Penurunan harga minyak positif buat rupiah karena akan mengurangi beban impor migas. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ketika impor migas turun maka tekanan di transaksi berjalan akan berkurang dan ini tentu baik bagi rupiah.
Jadi mengapa rupiah masih melemah? Sepertinya tinggal satu jawaban tersisa, ambil untung.
Sejak awal tahun sampai kemarin, rupiah masih menguat 0,79% terhadap dolar AS. Investor masih menyimpan cuan yang bisa direalisasikan kapan saja dan itu mungkin terjadi hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Help! Rupiah Kian Terpuruk, Sentuh Rp 15.020/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular