
Help! Rupiah Kian Terpuruk, Sentuh Rp 15.020/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali tertekan oleh dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Rabu (6/7/2022) dan menyentuh posisi terendahnya sejak Mei 2020.
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan terkoreksi 0,03% ke Rp 14.990/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi lebih dalam 0,23% ke Rp 15.020/US$ pada pukul 11:00 WIB. Posisi tersebut menjadi posisi terendah sejak 5 Mei 2020.
Indeks dolar AS yang mengukur performa sang greenback terhadap 6 mata uang dunia lainnya, terpantau bertahan di puncak 20 tahunnya karena ketidakpastian ekonomi global serta potensi resesi yang kian nyata telah membuat investor berebut untuk memiliki mata uang safe haven ini.
Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS melemah 0,11% ke posisi 106,416, meski begitu indeks dolar AS berada tidak jauh dari rekor puncaknya di 106,5 pada Selasa (5/7).
Kini, potensi resesi kian nyata setelah kemarin imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun lebih tinggi dari tenor 10 tahun.
Sinyal kurva yield obligasi terbalik dapat menjadi indikator terjadinya resesi atau penurunan aktivitas ekonomi. Pola tersebut ditandai dengan yield obligasi bertenor singkat yang lebih tinggi daripada yield obligasi bertenor panjang.
Pada Selasa (5/7), yield obligasi tenor 2 tahun berada di 2,95%, sedangkan yield obligasi tenor 10 tahun berada di 2,94%.
Menurut laporan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) San Francisco bahwa kurva yield obligasi AS terbalik sebelum akhirnya resesi terjadi sejak 1955.
Tidak hanya itu, Anu Gaggar, Ahli Strategi Investasi Global Commonwealth menemukan dalam penelitiannya bahwa kurva yield obligasi AS telah terbalik sebanyak 28 kali sejak 1990 dan sebanyak 22 kasus resesi telah terjadi.
Dia menambahkan bahwa resesi rata-rata dimulai dari 6 hingga 36 bulan setelah kurva terbalik.
Ketua Analis Nomura Holdings Rob Subbaraman memperkirakan bahwa AS akan memasuki jurang resesi yang dangkal selama lima kuartal mulai dari kuartal akhir tahun ini.
Selain itu, investor global juga masih fokus pada pelacak GDP The Fed, GDPNow Fed Atlanta yang memproyeksikan PDB AS pada kuartal kedua akan terkontraksi 2,1%. Jika kuartal kedua terkontraksi, maka menunjukkan PDB yang negatif selama dua kuartal beruntun, yang secara teknis dapat diindikasikan sebagai resesi.
Terkoreksinya rupiah, sebenarnya telah terindentifikasi pada pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Rupiah bergerak melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada Selasa (5/7).
Periode | Kurs Selasa (5/7) pukul 15:13 WIB | Kurs Rabu (6/7) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp15.008,8 | Rp15.014,8 |
1 Bulan | Rp15.051,9 | Rp15.047,4 |
2 Bulan | Rp15.072,5 | Rp15.069,1 |
3 Bulan | Rp15.098,6 | Rp15.090,5 |
6 Bulan | Rp15.132,9 | Rp15.151,4 |
9 Bulan | Rp15.199,6 | Rp15.221,3 |
1 Tahun | Rp15.277,6 | Rp15.287,2 |
2 Tahun | Rp15.679,6 | Rp15.730,5 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Terlalu Kuat, Rupiah Lagi-Lagi Tertekan...