
Sri Mulyani, APBN, dan Jurus Agar Krisis Tak Menimpa RI Lagi
Lidya Julita Sembiring Kembaren, CNBC Indonesia
13 March 2019 18:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri Dialog Ekonomi "Prospek Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2019" yang diadakan Lembaga Kerja Sama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Indonesia-China di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani berbicara seputar banyak hal, mulai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1997-1998 lalu.
Kebijakan fiskal, menurut Sri Mulyani, sangat penting dalam menjalankan suatu negara. Oleh karena itu, APBN disusun dengan penuh kehati-hatian disertai tingkat kepercayaan yang tinggi.
Sejak era reformasi, Indonesia menggunakan UU Keuangan Negara untuk mengatur sejumlah aspek penting. Defisit anggaran ditetapkan tidak boleh melebihi 3% terhadap PDB, pun utang yang juga tidak boleh lebih dari 60%.
"Banyak yang bilang ruwet dan bilang APBN sebagai tujuan untuk berutang. Padahal APBN adalag tools untuk capai tujuan negara," ungkap Sri Mulyani.
APBN, kata dia, harus mampu menjawab persoalan dan membangun pondasi bangsa. Pondasi ekonomi yang penting adalah infrastrktur, sumber daya manusia, dan institusi yang semuanya akan dibiayai oleh APBN.
Krisis ekonomi
Indonesia sempat mengalami krisis keuangan parah pada tahun 97-98. Krisis tersebut membuat perekenomian negara hancur bahkan hampir bangkrut.
"Indonesia termasuk pulih meski tidak cepat, karena dibandingkan Korsel dan Thailand kita lambat pulih ekonomi nya," kata Sri Mulyani.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah berupaya untuk mengatur negara dengan penuh kehati-hatian agar krisis tersebut tidak kembali terjadi.
Pemerintah juga terus menyusun ide sehingga Indonesia terus menerus mengembangkan diri dari negara yang tadinya berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah.
Lebih lanjut, dia menilai banyak yang tidak paham bahwa menjaga perekonomian suatu negara tetap stabil sangat tidak mudah. Apalagi di tengah kondisi perekonomian global yang sulit.
Tapi, di tengah gejolak itu, Indonesia masih tetap mampu tumbuh stabil dari sisi PDB hingga mencapai 5,17% dan inflasi di bawah 3,5% sepanjang tahun lalu.
"Mengelola ekonomi enggak seperti dalam laboratorium fisika, kimia, biologi yang hanya ditambah unsur reagen dan terjadi. Kita constantly hadapi situasi dinamis di luar dan dalam. Situasi ini bisa positif dan negatif. Ini bukan manajamen konstan. Flexibilty, agility penting untuk hadapi situasi berubah cepat," ujar Sri Mulyani.
Ke depan, pemerintah akan terus mendorong investasi, ekspor, dan konsumsi masyarakat lebih baik agar pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3% bisa tercapai.
"Konsumsi rumah tangga masih tumbuh di atas 5%. Ini mengambarkan daya beli tetap terjadi dalam masyarakat kita karena stabilitas harga terjaga dalam 4 tahun terakhir, inflasi constantly 3%. Inflasi 3% it's kind of new phenomenon. Kalau kita bisa memiliki inflasi 4 tahun berturut-turut di sekitar 3%. It's a remarkable achievement," tegasnya.
Simak penjelasan Sri Mulyani terkait BPJS Kesehatan di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Sepanjang 2018, Pemerintah Bayar Bunga Utang Rp 258,1 T
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani berbicara seputar banyak hal, mulai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1997-1998 lalu.
Kebijakan fiskal, menurut Sri Mulyani, sangat penting dalam menjalankan suatu negara. Oleh karena itu, APBN disusun dengan penuh kehati-hatian disertai tingkat kepercayaan yang tinggi.
Sejak era reformasi, Indonesia menggunakan UU Keuangan Negara untuk mengatur sejumlah aspek penting. Defisit anggaran ditetapkan tidak boleh melebihi 3% terhadap PDB, pun utang yang juga tidak boleh lebih dari 60%.
"Banyak yang bilang ruwet dan bilang APBN sebagai tujuan untuk berutang. Padahal APBN adalag tools untuk capai tujuan negara," ungkap Sri Mulyani.
APBN, kata dia, harus mampu menjawab persoalan dan membangun pondasi bangsa. Pondasi ekonomi yang penting adalah infrastrktur, sumber daya manusia, dan institusi yang semuanya akan dibiayai oleh APBN.
![]() |
Krisis ekonomi
Indonesia sempat mengalami krisis keuangan parah pada tahun 97-98. Krisis tersebut membuat perekenomian negara hancur bahkan hampir bangkrut.
"Indonesia termasuk pulih meski tidak cepat, karena dibandingkan Korsel dan Thailand kita lambat pulih ekonomi nya," kata Sri Mulyani.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah berupaya untuk mengatur negara dengan penuh kehati-hatian agar krisis tersebut tidak kembali terjadi.
Pemerintah juga terus menyusun ide sehingga Indonesia terus menerus mengembangkan diri dari negara yang tadinya berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah.
Lebih lanjut, dia menilai banyak yang tidak paham bahwa menjaga perekonomian suatu negara tetap stabil sangat tidak mudah. Apalagi di tengah kondisi perekonomian global yang sulit.
Tapi, di tengah gejolak itu, Indonesia masih tetap mampu tumbuh stabil dari sisi PDB hingga mencapai 5,17% dan inflasi di bawah 3,5% sepanjang tahun lalu.
"Mengelola ekonomi enggak seperti dalam laboratorium fisika, kimia, biologi yang hanya ditambah unsur reagen dan terjadi. Kita constantly hadapi situasi dinamis di luar dan dalam. Situasi ini bisa positif dan negatif. Ini bukan manajamen konstan. Flexibilty, agility penting untuk hadapi situasi berubah cepat," ujar Sri Mulyani.
Ke depan, pemerintah akan terus mendorong investasi, ekspor, dan konsumsi masyarakat lebih baik agar pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3% bisa tercapai.
"Konsumsi rumah tangga masih tumbuh di atas 5%. Ini mengambarkan daya beli tetap terjadi dalam masyarakat kita karena stabilitas harga terjaga dalam 4 tahun terakhir, inflasi constantly 3%. Inflasi 3% it's kind of new phenomenon. Kalau kita bisa memiliki inflasi 4 tahun berturut-turut di sekitar 3%. It's a remarkable achievement," tegasnya.
Simak penjelasan Sri Mulyani terkait BPJS Kesehatan di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Sepanjang 2018, Pemerintah Bayar Bunga Utang Rp 258,1 T
Most Popular