Krisis Venezuela Belum Reda, Harga Minyak Naik

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 March 2019 16:59
Hingga pukul 16:15 WIB, harga minyak jenis Brent menguat 0,34% ke posisi US$ 66,9/barel,sedangkan lightsweet (WTI) juga terangkat 0,69% ke level US$ 57,26/barel
Foto: Ilustrasi: Fasilitas minyak terlihat di Danau Maracaibo di Cabimas, Venezuela, 29 Januari 2019. REUTERS / Isaac Urrutia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada perdagangan hari Rabu (13/3/2019) masih terus menguat.

Hingga pukul 16:15 WIB, harga minyak jenis Brent menguat 0,34% ke posisi US$ 66,9/barel, setelah juga naik 0,14% kemarin (12/3/2019).

Sedangkan jenis lightsweet (WTI) juga terangkat 0,69% ke level US$ 57,26/barel, setelah ditutup menguat 0,14% pada perdagangan kemarin.

Secara mingguan, harga Brent dan WTI masing-masing sudah naik 1,38% dan 1,87% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, keduanya telah terdongkrak sekitar 24,5%.



Harga minyak masih terus mendapat dorongan dari pemangkasan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama aliansinya, termasuk Rusia.

Sepetri yang diketahui OPEC bersama sekutunya telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak hingga sebesar 1,2 juta barel/hari.

Sejauh ini OPEC memang terlihat sudah memangkas produksinya cukup dalam. Bahkan pada bulan Januari, produksi OPEC telah berkurang hampir 800.000 barel/hari dibanding bulan sebelumnya. Meskipun dengan bantuan sanksi AS atas Iran dan terhentinya produksi di ladang minyak EL Sharara, Libya.

Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Fallih beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pengurangan produksi OPEC kemungkinan besar akan terus berlanjut, bahkan selepas tengah tahun in, mengutip Reuters.

Menyusul kabar tersebut, seorang pejabat Arab Saudi mengatakan ekspor minyak Negeri Padang Pasir pada bulan April akan berada di bawah 7 juta barel/hari, seperti yang dilansir dari Reuters.

Padahal menurutnya, permintaan dari pelanggan internasional mencapai 7,6 juta barel/hari. Lebih jauh lagi, pejabat tersebut juga meyakinkan bahwa ekspor di bulan Maret juga akan berada di bawah level 7 juta barel/hari.

Beralih ke Venezuela, akibat terjadinya pemadaman listrik selama enam hari menyebabkan aktivitas ekonomi terhenti. Bahkan Reuters melaporkan bahwa rumah sakit tutup, makanan membusuk, dan ekspor minyak dari pelabuhan tertahan.

"Padamnya listrik [Venezuela] tampaknya akan mengakibatkan pengurangan pasokan hingga 700.000 barel/hari," kata Bank Barclays, mengutip Reuters.

Alhasil, pasokan minyak di pasar global akan semakin ketat.

Namun, nasib Brexit yang masih tak menentu juga memberi tarikan ke bawah. Membuat penguatan harga minyak tertahan.

Dini hari tadi, parlemen Inggris kembali menolak proposal Brexit yang telah direvisi oleh Perdana Menteri, Theresa May.

Akibatnya, kemungkinan Inggris untuk No Deal Brexit, atau keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan masih tetap ada di catatan investor. Apalagi tanggal jatuh tempo Brexit semakin dekat, yaitu pada 29 Maret 2019, yang mana tinggal 16 hari lagi.

Bila hubungan dagang Inggris dan Uni Eropa saling hambat, maka rantai pasokan global juga akan terpengaruh.

Dampaknya mirip dengan perang dagang Amerika Serikat-China. Aktivitas ekonomi melambat. Permintaan energi berkurang.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular