Sempat Niat Beli Bank Permata, Apakah Tahir Minat Lagi?

tahir saleh, CNBC Indonesia
12 March 2019 16:41
Dato' Sri Tahir, menyatakan tidak akan maju lagi dalam bursa pembelian 45% saham PT Bank Permata Tbk.
Foto: Dato Sri Tahir (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu orang terkaya di Indonesia versi Forbes dan Chairman Grup Mayapada, Dato' Sri Tahir, menyatakan tidak akan maju lagi dalam bursa pembelian 45% saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang akan dijual oleh Standard Chartered Bank (Stanchart).

Pada awal 2017, ramai diberitakan di media ekonomi bahwa Komisaris Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) itu mendekati Stanchart untuk membeli saham BNLI.

Kegagalan masuknya Tahir melalui perusahaan perantara ke Bank Permata pada saat itu karena PT Astra International Tbk (ASII) dan Stanchart sudah berkomitmen menambah modal bank tersebut.

Saat ini, Stanchart dan Astra menjadi pengendali Bank Permata dengan masing-masing kepemilikan 44,56%.


Namun dengan komitmen Stanchart yang akan melepas keseluruhan saham BNLI, Tahir enggan untuk masuk lagi menawarkan BNLI bersama beberapa calon pembeli lainnya, sebut saja Bank Mandiri, Northstar. Beberapa investor lain yang sebelumnya diisukan mau membeli yakni Bank Mizuho dan Sumitomo Mitsui.

"Enggak [masuk lagi]," katanya singkat kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/3/2019).

Saat ini, katanya, fokus Grup Mayapada ialah mengembangkan perusahaan jasa keuangan yang ada, dalam hal ini Bank Mayapada. Per September 2018, Bank Mayapada Imencatatkan penurunan laba bersih menjadi Rp 757,06 miliar, turun 7,38% dibandingkan dengan laba bersih pada kuartal III-2017 senilai Rp 817,41 miliar.


Dato' Tahir saat ini menjadi salah satu orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes tahun 2018. Pria kelahiran Surabaya ini merupakan pengusaha, investor, sekaligus pendiri Mayapada Group, holding company dengan beberapa unit bidang usaha seperti perbankan, TV berbayar, media cetak, properti, dan rumah sakit.

Tahun 2018, Forbes mencatat kekayaan Tahir 
mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 63 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), menjadi orang terkaya nomer enam di tahun 2018.

Ketika ditanya kenapa tak mau masuk lagi, dia hanya berseloroh, "enggak punya duit Pak," katanya.

Adapun kinerja Bank Permata juga positif sepanjang tahun lalu dengan laba bersih mencapai Rp 901,25 miliar atau naik 20% dari tahun 2017 sebesar Rp 748,43 miliar. Bank Permata juga membukukan pertumbuhan kredit positif sebesar 9% (yoy) dari Rp 97,6 triliun menjadi Rp 106,6 triliun.

Kontribusi kredit disumbang dari dua segmen bisnis Bank Permata yakni
Retail Banking sebesar 9% dan Wholesale Banking 10%.


RHB Sekuritas Indonesia dalam riset terbarunya, 6 Maret 2019, menilai Bank Permata adalah target merger dan akuisisi yang ideal. Penilaian PBV (price to book value) potensial yakni di level 1,5-2x sebagaimana rata-rata rasio PBV merger dan akuisisi di Indonesia.
 

PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
(tas/hps) Next Article Tahir Suntik Modal Bank Mayapada Rp 3,75 T, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular