
Produksi OPEC Masih Akan Dipangkas, Harga Minyak Melonjak
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 March 2019 21:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada perdagangan Senin siang ini (11/3/2019) semakin menguat.
Hingga pukul 16:15 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak Mei naik 1,11% ke posisi US$ 66,47/barel, setelah amblas 0,86% pada perdagangan akhir pekan lalu (8/3/2019).
Adapun harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April terangkat 1,18% ke posisi US$ 56,7/barel, setelah terkoreksi 1,09% akhir pekan lalu.
Sejak awal tahun, harga Brent dan WTI sudah naik masing-masing sebesar 23,55% dan 24,86%.
Pada hari Minggu (10/3/2019) Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa terlalu dini untuk mengganti kebijakan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengurangi produksi pada pertemuan di bulan April mendatang, mengutip Reuters.
Seperti yang telah diketahui, OPEC bersama aliansinya termasuk Rusia dijadwalkan untuk menggelar pertemuan pada 17-18 April di Wina, Austria untuk kembali membahas perkembangan di pasar minyak global.
Pernyataan al-Falih tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa aliansi OPEC masih akan terus mempertahankan tingkat produksi minyak pada level yang telah disepakati pada awal Desember 2018 silam.
Selain itu, berkurangnya jumlah rig minyak yang aktif berproduksi di Amerika Serikat juga turut memberi dorongan ke atas pada pergerakan harga minyak. Berdasarkan pernyataan dari perusahaan energi, Baker Huges, rig minyak AS pada minggu lalu berkurang sebanyak 9 unit dan juga merupakan pengurangan mingguan yang ke-3 secara beruntun.
Setidaknya ini mengindikasikan bahwa produksi minyak Negeri Paman Sam tidak akan melonjak dalam waktu dekat.
Namun perlu diingat, sentimen negatif masih tetap membayangi pelaku pasar.
Rilis data tenaga kerja Amerika Serikat pada hari Jumat lalu (8/3/2019) menyebutkan bahwa penciptaan lapangan kerja di sektor non-pertanian periode Februari hanya sebanyak 20.000, sangat jauh di bawah konsensus yang sebesar 180.000, seperti yang dilansir dari Forex Factory.
Meski pengangguran masih bisa ditekan ke level 3,8% (dari yang sebelumnya 3,9%), nilainya berpotensi melonjak bila penciptaan tenaga kerja terus berada di level yang rendah.
Penjualan kendaraan bermotor di China yang turun 14% secara bulanan pada periode Februari juga menjadi semakin mengonfirmasi bahwa aktivitas industri manufaktur masih lesu sebagai akibat perlambatan ekonomi global.
Kala ekonomi melambat, maka kemungkinan besar permintaan energi pun juga akan berkurang. Akibatnya, keseimbangan fundamental bisa terganggu. Harga minyak pun harus menahan tarikan ke bawah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Hingga pukul 16:15 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak Mei naik 1,11% ke posisi US$ 66,47/barel, setelah amblas 0,86% pada perdagangan akhir pekan lalu (8/3/2019).
Adapun harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April terangkat 1,18% ke posisi US$ 56,7/barel, setelah terkoreksi 1,09% akhir pekan lalu.
Sejak awal tahun, harga Brent dan WTI sudah naik masing-masing sebesar 23,55% dan 24,86%.
Pada hari Minggu (10/3/2019) Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa terlalu dini untuk mengganti kebijakan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengurangi produksi pada pertemuan di bulan April mendatang, mengutip Reuters.
Seperti yang telah diketahui, OPEC bersama aliansinya termasuk Rusia dijadwalkan untuk menggelar pertemuan pada 17-18 April di Wina, Austria untuk kembali membahas perkembangan di pasar minyak global.
Pernyataan al-Falih tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa aliansi OPEC masih akan terus mempertahankan tingkat produksi minyak pada level yang telah disepakati pada awal Desember 2018 silam.
Selain itu, berkurangnya jumlah rig minyak yang aktif berproduksi di Amerika Serikat juga turut memberi dorongan ke atas pada pergerakan harga minyak. Berdasarkan pernyataan dari perusahaan energi, Baker Huges, rig minyak AS pada minggu lalu berkurang sebanyak 9 unit dan juga merupakan pengurangan mingguan yang ke-3 secara beruntun.
Setidaknya ini mengindikasikan bahwa produksi minyak Negeri Paman Sam tidak akan melonjak dalam waktu dekat.
Namun perlu diingat, sentimen negatif masih tetap membayangi pelaku pasar.
Rilis data tenaga kerja Amerika Serikat pada hari Jumat lalu (8/3/2019) menyebutkan bahwa penciptaan lapangan kerja di sektor non-pertanian periode Februari hanya sebanyak 20.000, sangat jauh di bawah konsensus yang sebesar 180.000, seperti yang dilansir dari Forex Factory.
Meski pengangguran masih bisa ditekan ke level 3,8% (dari yang sebelumnya 3,9%), nilainya berpotensi melonjak bila penciptaan tenaga kerja terus berada di level yang rendah.
Penjualan kendaraan bermotor di China yang turun 14% secara bulanan pada periode Februari juga menjadi semakin mengonfirmasi bahwa aktivitas industri manufaktur masih lesu sebagai akibat perlambatan ekonomi global.
Kala ekonomi melambat, maka kemungkinan besar permintaan energi pun juga akan berkurang. Akibatnya, keseimbangan fundamental bisa terganggu. Harga minyak pun harus menahan tarikan ke bawah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular