Investor Asing Jualan, IHSG Tak Bisa Manfaatkan Momentum

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 March 2019 12:50
Investor Asing Jualan, IHSG Tak Bisa Manfaatkan Momentum
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari dengan penguatan sebesar 0,56%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri perdagangan sesi I dengan pelemahan sebesar 0,14% ke level 6.373,85.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-3,05%), PT Bank Pan Indonesia Tbk/PNBN (-4,18%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-1,93%), PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-1,62%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,09%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,47%, indeks Shanghai naik 1,22%, dan indeks Hang Seng naik 0,69%.

Membuncah-nya optimisme terkait damai dagang AS-China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor. Beijing menegaskan pihak-nya bekerja siang dan malam demi terciptanya kesepakatan dagang dengan AS.

Bahkan, China sudah mulai bicara soal menghapus pengenaan bea masuk. "Bea masuk menurunkan kepercayaan investor dan membuat korporasi menunda investasinya. Sekarang, kedua pihak bekerja keras untuk mencapai kesepakatan. Semua itu bertujuan untuk menghapus bea masuk sehingga perdagangan AS-China menjadi normal kembali," jelas Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, mengutip Reuters.

China pun berupaya untuk memenuhi keingingan AS, salah satunya adalah reformasi kebijakan subsidi. Kepala Komisi Administrasi dan Pengawasan Aset Negara China Xiao Yaqing menyatakan bahwa Beijing sedang membereskan isu ini.

"Bisa dibilang China tidak memiliki regulasi yang secara spesifik mengatur subsidi bagi perusahaan milik negara. Oleh karena itu, China sedang membersihkan dan menyusun standar untuk berbagai subsidi," ungkap Xiao, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepahaman dalam banyak isu-isu krusial.

Dari kubu AS, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa negosiasi dagang dengan China telah menciptakan kemajuan.

Sejauh ini, pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di resor golf Mar-a-Lago (Florida) masih terjadwal. Pertemuan tersebut paling cepat terjadi pada pertengahan bulan ini. Rencananya, kesepakatan dagang AS-China akan disegel dalam pertemuan tersebut. Di sisi lain, kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi dunia membuat investor enggan untuk masuk ke bursa saham tanah air. Pada hari Jumat lalu (8/3/2018), penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Februari diumumkan sebanyak 20.000 saja, sangat jauh di bawah konsensus yang sebanyak 180.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan lalu menjadi yang terendah sejak September 2017.

Memang, tingkat pengangguran berhasil ditekan ke level 3,8%, dari yang sebelumnya 4%. Namun jika lemahnya penciptaan lapangan kerja berlanjut kedepannya, tingkat pengangguran di AS bisa melonjak.

Mengingat AS merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia (sekaligus menjadi mitra penting Indonesia dalam hal perdagangan dan investasi), tentu tekanan terhadap perekonomian AS akan membawa dampak bagi perekonomian Indonesia.

Rilis data ini lantas kian mengonfirmasi bahwa perekonomian dunia sedang berada dalam siklus perlambatan. Sebelumnya pada hari Selasa (5/3/2019), pemerintah China memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.  Sebagai informasi, perekonomian China tumbuh sebesar 6,6% pada tahun 2018, menjadikannya pertumbuhan paling rendah sejak 1990 silam.

Awan mendung tak hanya menyelimuti perekonomian Asia, namun juga perekonomian Eropa. Pada hari Kamis (7/3/2019), European Central Bank (ECB) memutuskan untuk memangkas habis target pertumbuhan ekonomi Zona Euro untuk tahun ini menjadi 1,1%, dari yang sebelumnya 1,7%. Target pertumbuhan untuk tahun depan juga dipangkas menjadi 1,6%, dari yang sebelumnya 1,7%.

“Kehadiran dari ketidakpastian terkait dengan faktor-faktor geopolitik, ancaman dari proteksionisme, dan kerentanan di negara-negara berkembang nampak telah mempengaruhi sentimen ekonomi (di Zona Euro),” papar Gubernur ECB Mario Draghi dalam konferensi pers usai rapat, mengutip CNBC International. Aksi jual investor asing memegang peranan penting dalam mendikte arah pergerakan IHSG di awal pekan ini.  Hingga akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 157 miliar di pasar saham tanah air.

Kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi dunia dijadikan justifikasi oleh investor asing untuk melepas saham-saham di Indonesia.

Lebih lanjut, ruang bagi investor asing untuk melakukan aksi ambil untung memang terbilang masih besar. Sepanjang tahun ini (hingga akhir perdagangan hari Jumat, 8/3/2019), investor asing telah membukukan beli bersih senilai Rp 11,75 triliun di pasar saham tanah air dan IHSG telah menguat 3,04% dalam periode tersebut.

5 besar saham yang dilepas investor asing per akhir sesi 1 adalah: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 58,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 28,5 miliar), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 25 miliar), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 23,1 miliar), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 20,5 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Andai Investor Asing Tak Kabur, Niscaya IHSG Lebih Oke

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular