
Anjlok 1,16%, IHSG Nyaris ke Titik Terendah dalam 2 Bulan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 March 2019 16:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,16% untuk menutup perdagangan terakhir di pekan ini ke level Rp 6.383,07. IHSG harus berakhir di zona merah dan nyaris berada di titik terendah dalam 2 bulan atau sejak 14 Januari 2019.
IHSG senasib dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa tekanan jual: indeks Nikkei melemah 2,01%, indeks Shanghai anjlok 4,4%, indeks Hang Seng terkoreksi 1,91%, indeks Straits Times terpangkas 1,03%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Tema besar pada perdagangan hari ini adalah perlambatan ekonomi dunia. Pada hari Selasa (5/3/2019), Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China mengumumkan bahwa target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.
Jika yang terealisasi nanti-nya adalah target pertumbuhan ekonomi di batas bawah (6%), maka itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terlemah dalam nyaris 3 dekade. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi China tercatat sebesar 6,6%.
Pada hari ini, hard landing bagi perekonomian China menjadi kian terkonfirmasi. Ekspor Negeri Panda periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.
Alhasil, surplus neraca dagang hanya tercatat senilai US$ 4,12 miliar, di bawah ekspektasi yang senilai US$ 26,38 miliar.
Ditengah tekanan terhadap perekonomian China yang begitu besar, perang dagang dengan AS mungkin belum akan selesai dalam waktu dekat. Kemarin, raksasa produsen perangkat telekomunikasi asal China yakni Huawei resmi mengajukan tuntutan kepada pemerintah AS.
Huawei menuntut AS terkait penggunaan sebuah peraturan yang melarang lembaga pemerintah untuk membeli produk-produk besutan perusahaan. Tim pengacara dari Huawei menyebut bahwa peraturan tersebut menyalahi konstitusi dari AS sendiri.
Sebelumnya, AS sudah terlebih dulu mendakwa Huawei lantaran diyakini mencuri teknologi dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi asal AS yakni T-Mobile. AS juga mendakwa Huawei karena diyakini telah melanggar sanksi AS atas Iran.
Mengingat posisi Huawei yang begitu penting bagi denyut nadi perekonomian China, negosiasi dagang AS-China yang kini sudah memasuki tahapan akhir bisa menjadi buyar. Jika itu yang terjadi, AS dan China akan terlibat dalam perang bea masuk yang semakin panas dan semakin sulit untuk diselesaikan.
IHSG senasib dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa tekanan jual: indeks Nikkei melemah 2,01%, indeks Shanghai anjlok 4,4%, indeks Hang Seng terkoreksi 1,91%, indeks Straits Times terpangkas 1,03%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Tema besar pada perdagangan hari ini adalah perlambatan ekonomi dunia. Pada hari Selasa (5/3/2019), Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China mengumumkan bahwa target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.
Pada hari ini, hard landing bagi perekonomian China menjadi kian terkonfirmasi. Ekspor Negeri Panda periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.
Alhasil, surplus neraca dagang hanya tercatat senilai US$ 4,12 miliar, di bawah ekspektasi yang senilai US$ 26,38 miliar.
Ditengah tekanan terhadap perekonomian China yang begitu besar, perang dagang dengan AS mungkin belum akan selesai dalam waktu dekat. Kemarin, raksasa produsen perangkat telekomunikasi asal China yakni Huawei resmi mengajukan tuntutan kepada pemerintah AS.
Huawei menuntut AS terkait penggunaan sebuah peraturan yang melarang lembaga pemerintah untuk membeli produk-produk besutan perusahaan. Tim pengacara dari Huawei menyebut bahwa peraturan tersebut menyalahi konstitusi dari AS sendiri.
Sebelumnya, AS sudah terlebih dulu mendakwa Huawei lantaran diyakini mencuri teknologi dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi asal AS yakni T-Mobile. AS juga mendakwa Huawei karena diyakini telah melanggar sanksi AS atas Iran.
Mengingat posisi Huawei yang begitu penting bagi denyut nadi perekonomian China, negosiasi dagang AS-China yang kini sudah memasuki tahapan akhir bisa menjadi buyar. Jika itu yang terjadi, AS dan China akan terlibat dalam perang bea masuk yang semakin panas dan semakin sulit untuk diselesaikan.
Next Page
Eropa Juga Mendung
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular