Rupiah Loyo, Investor Asing Jualan Lagi di Pasar Saham RI

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 March 2019 10:46
Rupiah Loyo, Investor Asing Jualan Lagi di Pasar Saham RI
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing langsung tancap gas untuk melakukan aksi jual (net sell) di pasar saham tanah air. Satu jam 15 menit perdagangan berjalan, jual bersih investor asing telah mencapai Rp 148 miliar, mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah sebesar 0,51% ke level 6.424,85.

Sebagai informasi, terhitung pada perdagangan 28 Februari-5 Maret (4 hari perdagangan), investor asing selalu membukukan jual bersih di pasar saham tanah air. Pada perdagangan 5 Maret, nilai jual bersih investor asing bahkan mencapai Rp 1,17 triliun.

Barulah pada 6 Maret atau sehari sebelum libur Hari Raya Nyepi, investor asing berbalik membukukan beli bersih senilai Rp 4,12 triliun.

Namun jangan senang dulu. Pasalnya, ada beli bersih atas saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) senilai Rp 4,19 triliun. Transaksi ini terjadi seiring dengan penyelesaian proses akuisisi atas saham MASA sebanyak 80% oleh produsen ban asal Perancis, Michelin.

Jika nilai beli bersih atas saham MASA yang senilai Rp 4,19 triliun dikeluarkan, maka sejatinya investor asing sudah membukukan jual bersih selama 5 hari berturut-turut hingga 6 Maret.

Ditambah jual bersih pada hari ini, maka investor asing telah keluar dari pasar saham RI selama 6 hari beruntun!

Adapun 5 besar saham yang dilepas investor asing pada hari ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 69,2 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 48,1 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 32,1 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 31,4 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 10,6 miliar).

Situasi pada hari ini memang sangat tak mendukung bagi investor asing untuk masuk ke bursa saham tanah air. Bagaimana tidak, perlambatan ekonomi dunia yang telah sukses memantik aksi jual dalam beberapa hari terakhir justru menjadi kian terkonfirmasi.

Rupiah Loyo, Investor Asing Jualan Lagi di Pasar Saham RIFoto: Bank Sentral Eropa (REUTERS/Kai Pfaffenbach)

Kemarin (7/3/2019), European Central Bank (ECB) memutuskan untuk memangkas habis target pertumbuhan ekonomi Zona Euro untuk tahun ini menjadi 1,1%, dari yang sebelumnya 1,7%. Target pertumbuhan untuk tahun depan juga dipangkas menjadi 1,6%, dari yang sebelumnya 1,7%.


"Kehadiran dari ketidakpastian terkait dengan faktor-faktor geopolitik, ancaman dari proteksionisme, dan kerentanan di negara-negara berkembang nampak telah mempengaruhi sentimen ekonomi (di Zona Euro)," papar Gubernur ECB Mario Draghi dalam konferensi pers usai rapat, mengutip CNBC International.

Memang, ECB tak tinggal diam. Bank sentral mengumumkan pemberian stimulus moneter guna mendongkrak laju perekonomian Zona Euro. ECB mengumumkan akan memulai program stimulus TLTRO III (Targeted Longer-Term Refinancing Operationspada September 2019 yang direncanakan tuntas pada Maret 2021.

TLTRO merupakan pinjaman yang diberikan ECB kepada bank-bank Eropa pada tingkat suku bunga yang rendah. Hal tersebut diharapkan akan memudahkan bank-bank tersebut menyalurkan kredit kepada konsumen yang pada akhirnya dapat membantu merangsang perekonomian.

Suntikan stimulus semacam ini merupakan yang ketiga setelah sebelumnya diberikan pada tahun 2016 dan 2017.

Namun tetap saja, revisi yang diumumkan oleh ECB dianggap terlalu dalam oleh investor sehingga aksi jual di pasar saham tak terhindarkan.

Perlambatan ekonomi dunia yang juga direspons negatif oleh rupiah menambah intensitas aksi jual investor asing. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,67% di pasar spot ke level Rp 14.230/dolar AS.

Perlu diketahui, lantaran perekonomian Zona Euro yang begitu lesu, kemarin ECB tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan di level 0%, namun juga memperkirakan bahwa tidak akan ada kenaikan hingga akhir tahun. Padahal, sebelumnya ECB memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sudah bisa dieksekusi mulai pertengahan tahun ini.


"Kami memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Kami juga memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah setidaknya sampai akhir 2019 dan bahkan selama yang dibutuhkan untuk memastikan inflasi berada di kisaran 2% dalam jangka menengah," papar Draghi, dikutip dari Reuters.

Dengan begitu, praktis The Federal Reserve menjadi bank sentral besar di dunia yang masih mungkin menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Karena tak memiliki lawan, indeks dolar AS melejit hingga 0,82% pada perdagangan kemarin, menandai penguatan selama 7 hari beruntun.

Pelemahan rupiah berpotensi membuat investor asing menderita kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di pasar saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular