
AS-Korut Bakal Tegang Lagi, Rupiah Dkk Tak Berdaya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 March 2019 10:43

Investor semakin memihak ke dolar AS karena gugup melihat perkembangan yang kurang kondusif di Asia, utamanya dinamika hubungan AS-Korea Selatan. Setelah pertemuan di Vietnam beberapa waktu lalu, relasi Washington-Pyongyang agak dingin.
Pasalnya, dialog di Vietnam memang 'kentang' alias tidak membuahkan hasil apa-apa. Presiden AS Donald Trump walk-out dari meja perundingan, karena tidak sepakat dengan tawaran Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Kim ingin agar seluruh sanksi yang dijatuhkan AS kepada Korea Utara dicabut. Namun Kim hanya bersedia menutup sebagian fasilitas pengembangan nuklir Yongbyon. Trump yang menuntut denuklirisasi total di Korea Utara tentu menolak dan memilih walk-out dengan pulang lebih cepat dari jadwal.
Sampai saat ini, hubungan AS-Korea Utara belum hangat lagi. Bahkan AS kembali bersikap galak terhadap Negeri Juche.
"Jika mereka tidak mau melakukan itu (denuklirisasi), maka sikap Bapak Presiden sudah sangat jelas. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan sanksi ekonomi. Justru kami akan mempertimbangkan untuk menambah sanksi," tegas John Bolton, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, dalam wawancara dengan Fox Business Network, dikutip dari Reuters.
Bahkan ada kabar yang lebih menakutkan. Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa Korea Utara mulai membangun kembali misil yang dilucuti tahun lalu.
Aktivitas ini dilakukan di Tongchang-ri. Berdasarkan citra satelit, terlihat ada struktur landasan luncur (launchpad) misil dibangun antara 16 Februari hingga 2 Maret.
Tanpa ada dialog lanjutan, bisa-biasa Semenanjung Korea bakal memanas lagi. Uji coba misil oleh Korea Utara tentu akan membuat Trump murka. Damai di Semenanjung Korea pun menjadi taruhannya.
Situasi ini tentu membuat investor tidak tenang karena ada potensi konflik yang bukan sembarang konflik tetapi konfrontasi bersenjata. Melihat risiko yang begitu besar, investor memilih bermain aman dengan 'memeluk' dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pasalnya, dialog di Vietnam memang 'kentang' alias tidak membuahkan hasil apa-apa. Presiden AS Donald Trump walk-out dari meja perundingan, karena tidak sepakat dengan tawaran Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Kim ingin agar seluruh sanksi yang dijatuhkan AS kepada Korea Utara dicabut. Namun Kim hanya bersedia menutup sebagian fasilitas pengembangan nuklir Yongbyon. Trump yang menuntut denuklirisasi total di Korea Utara tentu menolak dan memilih walk-out dengan pulang lebih cepat dari jadwal.
Sampai saat ini, hubungan AS-Korea Utara belum hangat lagi. Bahkan AS kembali bersikap galak terhadap Negeri Juche.
"Jika mereka tidak mau melakukan itu (denuklirisasi), maka sikap Bapak Presiden sudah sangat jelas. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan sanksi ekonomi. Justru kami akan mempertimbangkan untuk menambah sanksi," tegas John Bolton, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, dalam wawancara dengan Fox Business Network, dikutip dari Reuters.
Bahkan ada kabar yang lebih menakutkan. Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa Korea Utara mulai membangun kembali misil yang dilucuti tahun lalu.
Aktivitas ini dilakukan di Tongchang-ri. Berdasarkan citra satelit, terlihat ada struktur landasan luncur (launchpad) misil dibangun antara 16 Februari hingga 2 Maret.
Tanpa ada dialog lanjutan, bisa-biasa Semenanjung Korea bakal memanas lagi. Uji coba misil oleh Korea Utara tentu akan membuat Trump murka. Damai di Semenanjung Korea pun menjadi taruhannya.
Situasi ini tentu membuat investor tidak tenang karena ada potensi konflik yang bukan sembarang konflik tetapi konfrontasi bersenjata. Melihat risiko yang begitu besar, investor memilih bermain aman dengan 'memeluk' dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular