
Rupiah Tak Kunjung Bertenaga
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 March 2019 08:30

Keperkasaan dolar AS tidak hanya berlangsung di Asia, tetapi juga secara global. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih menguat meski tipis di 0,01%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah menguat 1,15%.
Kekuatan dolar AS masih datang dari keyakinan investor terhadap upaya damai dagang AS-China. Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, menyatakan AS dan China sudah dekat untuk mengakhiri perang dagang. Dalam waktu dekat, seluruh bea masuk dan berbagai hambatan dagang (trade barrier) bisa hilang.
"Kami mencoba mengesahkan itu (kesepakatan dagang dengan China). Saya rasa kedua pihak akan segera bertemu dan saya berharap seluruh bea masuk dan hambatan dagang akan sirna," tegas Pompeo kepada stasiun televisi KCCI, dikutip dari Reuters.
Saat AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat, maka ekspor dan investasi Negeri Paman Sam akan lebih baik. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi AS bakal lebih tinggi.
Saat ekonomi Negeri Adidaya melaju lebih kencang, tentu The Federal Reserves/The Fed akan campur tangan agar tidak terjadi overheating. Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan kembali dieksekusi untuk mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi AS.
Kenaikan suku bunga acuan tentu akan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menguntungkan, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Kenaikan suku bunga acuan juga akan menjangkar ekspektasi inflasi, sehingga nilai mata uang tidak tergerus. Jadi memegang dolar AS saja sudah untung.
Selain itu, investor juga agak menghindari pasar keuangan Asia setelah muncul kabar kurang enak dari China. Mengutip kantor berita Xinhua, China menargetkan pertumbuhan ekonomi 2019 di kisaran 6-6,5%. Lebih lembat dibandingkan pencapaian 2018 yaitu 6,6%.
China adalah perekonomian nomor 1 di Asia. Perlambatan ekonomi China, yang berstatus sebagai lokomotif, akan membuat gerbong-gerbong di belakangnya ikut melambat. Prospek ekonomi Asia menjadi lebih suram, sehingga membuat investor mundur teratur.
Rupiah sudah melemah nyaris 1% dalam 4 hari terakhir. Jika hari ini rupiah kembali lesu, maka akan menjadi depresiasi selama 5 hari beruntun. Ini merupakan rentetan pelemahan rupiah terpanjang sejak awal Oktober 2018.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kekuatan dolar AS masih datang dari keyakinan investor terhadap upaya damai dagang AS-China. Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, menyatakan AS dan China sudah dekat untuk mengakhiri perang dagang. Dalam waktu dekat, seluruh bea masuk dan berbagai hambatan dagang (trade barrier) bisa hilang.
"Kami mencoba mengesahkan itu (kesepakatan dagang dengan China). Saya rasa kedua pihak akan segera bertemu dan saya berharap seluruh bea masuk dan hambatan dagang akan sirna," tegas Pompeo kepada stasiun televisi KCCI, dikutip dari Reuters.
Saat AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat, maka ekspor dan investasi Negeri Paman Sam akan lebih baik. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi AS bakal lebih tinggi.
Saat ekonomi Negeri Adidaya melaju lebih kencang, tentu The Federal Reserves/The Fed akan campur tangan agar tidak terjadi overheating. Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan kembali dieksekusi untuk mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi AS.
Kenaikan suku bunga acuan tentu akan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menguntungkan, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Kenaikan suku bunga acuan juga akan menjangkar ekspektasi inflasi, sehingga nilai mata uang tidak tergerus. Jadi memegang dolar AS saja sudah untung.
Selain itu, investor juga agak menghindari pasar keuangan Asia setelah muncul kabar kurang enak dari China. Mengutip kantor berita Xinhua, China menargetkan pertumbuhan ekonomi 2019 di kisaran 6-6,5%. Lebih lembat dibandingkan pencapaian 2018 yaitu 6,6%.
China adalah perekonomian nomor 1 di Asia. Perlambatan ekonomi China, yang berstatus sebagai lokomotif, akan membuat gerbong-gerbong di belakangnya ikut melambat. Prospek ekonomi Asia menjadi lebih suram, sehingga membuat investor mundur teratur.
Rupiah sudah melemah nyaris 1% dalam 4 hari terakhir. Jika hari ini rupiah kembali lesu, maka akan menjadi depresiasi selama 5 hari beruntun. Ini merupakan rentetan pelemahan rupiah terpanjang sejak awal Oktober 2018.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular