Semesta Mendukung, Laju Rupiah Belum Terbendung

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 February 2019 16:45
Sentimen Domestik dan Eksternal Angkat Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Semesta memang mendukung penguatan rupiah. Dari dalam negeri, sepertinya investor merespons positif proyeksi inflasi Februari 2019 yang diungkapkan Bank Indonesia (BI). 

Akhir pekan lalu, Gubernur BI Perry Warijiyo menyebutkan bahwa sampai pekan ketiga Februari terjadi deflasi 0,07% secara bulanan, yang membuat inflasi tahunan diperkirakan 2,58%. Jika terwujud, maka ini akan menjadi laju paling lambat sejak Agustus 2016. 


Sementara konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia dari sejumlah ekonom menunjukkan median inflasi bulanan Februari ada di 0,005% alias nyaris flat. Lalu inflasi tahunan diperkirakan 2,76%, laju paling 'santai' sejak November 2009. 



Indonesia adalah negara berkembang, tidak seperti negara maju layaknya Jepang atau negara-negara Eropa yang mendambakan inflasi. Bagi Indonesia, inflasi harus rendah dan stabil. Oleh karena itu, perlambatan laju inflasi adalah sebuah sentimen positif.

Apalagi inflasi yang lambat artinya nilai mata uang tidak tergerus signifikan. Tentu menjadi suntikan tenaga bagi rupiah. 

Sementara dari sisi eksternal, sentimen utama pendorong rupiah adalah aura damai dagang AS-China yang semakin kuat. Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya akan memperpanjang masa 'gencatan senjata' dengan China yang sedianya berakhir pada 1 Maret. Artinya, AS tidak akan menaikkan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. 


Tidak hanya itu, Trump juga akan mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan perjanjian kesepakatan dagang AS-China. Jika perjanjian ini sudah diteken, maka perang dagang AS-China bisa dikatakan resmi berakhir. 


Aura damai dagang yang semakin terasa membuat investor ogah bermain aman. Adrenalin pelaku pasar memuncak, dan arus modal mengalir deras ke instrumen berisiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 264,3 miliar yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,37%. Sementara di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) surat utang seri acuan tenor 10 tahun turun 4,5 basis poin. Penurunan yield berarti harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Derasnya arus modal yang mengalir ke pasar keuangan Indonesia menjadi penopang penguatan rupiah. Ada harapan rupiah mampu mengulang prestasi pekan lalu yang menguat 0,6%, bahkan bisa saja melampauinya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular