
Start Mantap Rupiah, Perkasa di Kurs Tengah BI dan Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 February 2019 10:35

Pekan lalu, kinerja rupiah cukup memuaskan dengan penguatan 0,6% terhadap dolar AS secara mingguan. Rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, juga hanya kalah dari yuan.
Sejak awal tahun sampai akhir pekan lalu, rupiah menguat 2,23%. Meski positif, tetapi penguatan rupiah yang sudah cukup kencang ini mengundang risiko koreksi teknikal. Kalau sudah terbang, apalagi terbang tinggi, pasti suatu saat gravitasi akan memainkan perannya.
Pagi ini ini pun rupiah masih menguat, tetapi sepertinya apresiasi rupiah yang begitu kencang sudah menggoda investor untuk melakukan profit taking. Akibatnya, penguatan rupiah pun tergerus akibat aksi ambil untung tersebut.
Meski begitu, cuaca memang sedang mendukung rupiah sehingga masih mampu menguat di hadapan greenback. Investor sedang dalam mode agresif karena prospek damai dagang AS-China yang semakin mendekati kenyataan.
Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya akan memperpanjang masa 'gencatan senjata' dengan China yang sedianya berakhir pada 1 Maret. Artinya, AS tidak akan menaikkan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Tidak hanya itu, Trump juga akan mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan perjanjian kesepakatan dagang AS-China. Jika perjanjian ini sudah diteken, maka perang dagang AS-China bisa dikatakan resmi berakhir.
Aura damai dagang yang semakin terasa membuat investor ogah bermain aman. Adrenalin pelaku pasar memuncak, dan arus modal mengalir deras ke instrumen berisiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemudian, rupiah juga diuntungkan karena koreksi harga minyak. Pada pukul 10:20 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,33% dan light sweet berkurang 0,24%.
Penurunan harga minyak menjadi berkah bagi Indonesia, yang berstatus negara net importir migas. Biaya impor minyak akan turun saat harga minyak lebih murah, sehingga tidak banyak devisa yang 'terbakar' dan rupiah pun punya modal untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sejak awal tahun sampai akhir pekan lalu, rupiah menguat 2,23%. Meski positif, tetapi penguatan rupiah yang sudah cukup kencang ini mengundang risiko koreksi teknikal. Kalau sudah terbang, apalagi terbang tinggi, pasti suatu saat gravitasi akan memainkan perannya.
Pagi ini ini pun rupiah masih menguat, tetapi sepertinya apresiasi rupiah yang begitu kencang sudah menggoda investor untuk melakukan profit taking. Akibatnya, penguatan rupiah pun tergerus akibat aksi ambil untung tersebut.
Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya akan memperpanjang masa 'gencatan senjata' dengan China yang sedianya berakhir pada 1 Maret. Artinya, AS tidak akan menaikkan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Tidak hanya itu, Trump juga akan mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan perjanjian kesepakatan dagang AS-China. Jika perjanjian ini sudah diteken, maka perang dagang AS-China bisa dikatakan resmi berakhir.
Aura damai dagang yang semakin terasa membuat investor ogah bermain aman. Adrenalin pelaku pasar memuncak, dan arus modal mengalir deras ke instrumen berisiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemudian, rupiah juga diuntungkan karena koreksi harga minyak. Pada pukul 10:20 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,33% dan light sweet berkurang 0,24%.
Penurunan harga minyak menjadi berkah bagi Indonesia, yang berstatus negara net importir migas. Biaya impor minyak akan turun saat harga minyak lebih murah, sehingga tidak banyak devisa yang 'terbakar' dan rupiah pun punya modal untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular