
IHSG Jatuh Kala Bursa Saham Regional Menghijau, Ini Sebabnya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 February 2019 16:53

Di sisi lain, perlambatan ekonomi dunia yang kian nyata terlihat membuat IHSG beserta beberapa indeks saham lain di kawasan Asia harus jatuh ke zona merah.
Kemarin (21/2/2019), pertumbuhan pemesanan barang tahan lama inti AS periode Januari 2019 diumumkan sebesar 0,1% MoM, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 0,3% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory. Kemudian, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode Februari 2019 versi Markit diumumkan di level 53,7, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 54,9.
Pada hari ini, tingkat inflasi Jepang periode Januari 2019 diumumkan di level 0,2% YoY, turun dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 0,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Tingkat inflasi bulan Januari merupakan yang terlemah sejak Oktober 2017.
Rilis data inflasi tersebut lantas melengkapi rangkaian rilis data ekonomi yang mengecewakan di Jepang. Kemarin, pembacaan awal untuk data Nikkei Manufacturing PMI periode Februari 2019 diumumkan di level 48,5, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Trading Economics.
Mundur ke hari Rabu (20/2/2019), ekspor periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.
Mengingat AS dan Jepang merupakan negara dengan nilai perekonomian jumbo, perlambatan ekonomi kedua negara tentu akan ikut melemahkan laju perekonomian dunia.
Jangan lupakan pula bahwa sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin), IHSG telah melejit hingga 5,54%. Lantas, ruang bagi investor untuk melakukan aksi ambil untung memang terbuka lebar. (ank/hps)
Kemarin (21/2/2019), pertumbuhan pemesanan barang tahan lama inti AS periode Januari 2019 diumumkan sebesar 0,1% MoM, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 0,3% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory. Kemudian, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode Februari 2019 versi Markit diumumkan di level 53,7, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 54,9.
Pada hari ini, tingkat inflasi Jepang periode Januari 2019 diumumkan di level 0,2% YoY, turun dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 0,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Tingkat inflasi bulan Januari merupakan yang terlemah sejak Oktober 2017.
Mundur ke hari Rabu (20/2/2019), ekspor periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.
Mengingat AS dan Jepang merupakan negara dengan nilai perekonomian jumbo, perlambatan ekonomi kedua negara tentu akan ikut melemahkan laju perekonomian dunia.
Jangan lupakan pula bahwa sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin), IHSG telah melejit hingga 5,54%. Lantas, ruang bagi investor untuk melakukan aksi ambil untung memang terbuka lebar. (ank/hps)
Next Page
Bank Indonesia Masih Bebani Bursa Saham
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular