Gara-Gara Ekonomi AS & Jepang Lesu, IHSG Tinggalkan 6.500

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 February 2019 12:17
Gara-Gara Ekonomi AS & Jepang Lesu, IHSG Tinggalkan 6.500
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,3%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan sesi 1 dengan memperlebar kekalahannya menjadi 0,81% ke level 6.485,08. IHSG lantas harus rela meninggalkan level psikologis 6.500.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kejatuhan IHSG di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-3,41%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,3%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,03%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,24%), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,66%).

IHSG senasib dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,29%, indeks Hang Seng turun 0,3%, indeks Straits Times turun 0,42%, dan indeks Kospi turun 0,31%.

Perlambatan ekonomi dunia memantik aksi jual di bursa saham kawasan Asia. Kemarin (21/2/2019), pertumbuhan pemesanan barang tahan lama inti AS periode Januari 2019 diumumkan sebesar 0,1% MoM, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 0,3% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode Februari 2019 versi Markit diumumkan di level 53,7, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 54,9.

Kemudian pada hari ini, tingkat inflasi Jepang periode Januari 2019 diumumkan di level 0,2% YoY, turun dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 0,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Tingkat inflasi bulan Januari merupakan yang terlemah sejak Oktober 2017.

Rilis data inflasi tersebut lantas melengkapi rangkaian rilis data ekonomi yang mengecewakan di Jepang. Kemarin, pembacaan awal untuk data Nikkei Manufacturing PMI periode Februari 2019 diumumkan di level 48,5, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Trading Economics.

Mundur ke hari Rabu (20/2/2019), ekspor periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY.

Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.

Mengingat AS dan Jepang merupakan negara dengan nilai perekonomian jumbo, perlambatan ekonomi kedua negara tentu akan ikut melemahkan laju perekonomian dunia. Lebih lanjut, damai dagang AS-China yang belum 100% pasti dicapai membuat investor memasang mode defensif. Memang, kedua negara saat ini tengah bekerja keras dalam mencapai kesepakatan dagang.

"Saya bisa katakan bahwa kami sedang memasuki fase sprint terakhir. Kedua pihak sedang bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum tenggat waktu," tutur seorang anggota delegasi China kepada Reuters.

Bahkan, sebelumnya Reuters memberitakan bahwa AS dan China sudah mulai menyusun nota kesepahaman untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berjalan selama 7 bulan.

Delegasi kedua negara kini menyusun sebanyak 6 nota kesepahaman yang mencakup berbagai isu yakni pemaksaaan transfer teknologi & pencurian kekayaan intelektual, hak kekayaan intelektual, sektor jasa, nilai tukar, agrikultur, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan, menurut 2 orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, seperti dilansir dari Reuters.

Namun, sumber Reuters menyatakan Washington dan Beijing masih belum sepakat mengenai detil nota kesepakatan tersebut.

"Tidak mengejutkan kalau detil dari nota kesepakatan akan menjadi tantangan. Begitu Anda selesai dengan gambaran besar dan beralih ke hal-hal kecil, memang di situlah tantangannya," sebut sang sumber.

Jika kesepakatan tak juga dicapai dan Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk tak memperpanjang periode gencatan senjata antar kedua negara yang akan berakhir pada tanggal 1 Maret, maka bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Data Ekonomi Jepang Bikin Lega Pelaku Pasar, IHSG Naik 0,2%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular