
Menunggu Hasil Pertemuan ITRC, Harga Karet Berhenti Naik
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
21 February 2019 13:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga karet pada hari Kamis ini (21/2/2019) kembali melemah. Hingga pukul 12:30 WIB, harga karet kontrak Juli di pasar Tokyo Commodity Exchange (TOCOM) turun 0,2% ke level JPY 197,1/kg.
Namun pelemahan harga karet hari ini terjadi setelah 3 hari berturut-turut menguat tajam.
Bahkan selama sepekan, harga karet sudah melonjak sebesar 6,8% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun 2019, harga komoditas ini sudah terangkat 15,8%.
Harga karet masih terus mendapat sentimen positif dari optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Teranyar, hari ini Reuters mengabarkan bahwa kedua raksasa ekonomi dunia tersebut sudah menyepakati nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang memberi sinyal positif menuju damai dagang.
China juga disebut telah sepakat untuk memangkas surplus perdagangannya dengan AS. Bahkan China akan membuat daftar barang yang bisa membuat perdagangan kedua negara lebih seimbang.
Bila damai dagang benar-benar bisa direalisasi dalam waktu dekat, maka arus pasokan global bisa kembali digas.
Jepang yang sudah terdampak cukup parah akibat damai dagang bisa kembali menggenjot sektor manufakturnya. Alhasil, investor kembali optimis permintaan karet dapat meningkat.
Di sisi lain, hari ini tiga negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand dijadwalkan menggelar pertemuan di Bangkok hingga esok (22/2019).
Agenda pembahasan pertemuan tersebut meliputi rencana untuk membatasi ekspor karet dan upaya meningkatkan konsumsi karet.
Jumat lalu (15/2/2019) Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengatakan bahwa Indonesia akan mengajukan penerapan Skema Tonase Ekspor (AETS), mengutip Reuters.
Dalam skema tersebut, tiga negara anggota ITRC akan membatasi ekspor karet alam (natural rubber) untuk jangka waktu tertentu dengan tujuan mengurangi pasokan karet yang beredar di pasar.
Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan harga karet yang tengah berada di level bawah.
Memang , harga karet saat ini masih menunjukkan tren peningkatan sejak menyentuh titik terendahnya di 21 November 2018.
Namun bila ditarik lebih jauh, harga karet secara rata-rata tahunan mengalami penurunan sejak 2011. Hanya pada tahun 2017 harga rata-rata karet bisa naik secara YoY ke level JPY 227,3/kg.
Selain itu, El Nino yang diprediksi akan terjadi tahun ini juga dapat menghambat produksi karet di negara-negara Asia Tenggara. Pasalnya, kala El Nino terjadi, suhu di akan menjadi relatif lebih panas dan akan menghambat panen karet.
Bila pasokan dapat dikurangi, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) karet dapat menjadi lebih baik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article RI Atur Kuota Ekspor Karet, Bagaimana Thailand & Malaysia?
Namun pelemahan harga karet hari ini terjadi setelah 3 hari berturut-turut menguat tajam.
Bahkan selama sepekan, harga karet sudah melonjak sebesar 6,8% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun 2019, harga komoditas ini sudah terangkat 15,8%.
Harga karet masih terus mendapat sentimen positif dari optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Teranyar, hari ini Reuters mengabarkan bahwa kedua raksasa ekonomi dunia tersebut sudah menyepakati nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang memberi sinyal positif menuju damai dagang.
China juga disebut telah sepakat untuk memangkas surplus perdagangannya dengan AS. Bahkan China akan membuat daftar barang yang bisa membuat perdagangan kedua negara lebih seimbang.
Bila damai dagang benar-benar bisa direalisasi dalam waktu dekat, maka arus pasokan global bisa kembali digas.
Jepang yang sudah terdampak cukup parah akibat damai dagang bisa kembali menggenjot sektor manufakturnya. Alhasil, investor kembali optimis permintaan karet dapat meningkat.
Di sisi lain, hari ini tiga negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand dijadwalkan menggelar pertemuan di Bangkok hingga esok (22/2019).
Agenda pembahasan pertemuan tersebut meliputi rencana untuk membatasi ekspor karet dan upaya meningkatkan konsumsi karet.
Jumat lalu (15/2/2019) Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengatakan bahwa Indonesia akan mengajukan penerapan Skema Tonase Ekspor (AETS), mengutip Reuters.
Dalam skema tersebut, tiga negara anggota ITRC akan membatasi ekspor karet alam (natural rubber) untuk jangka waktu tertentu dengan tujuan mengurangi pasokan karet yang beredar di pasar.
Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan harga karet yang tengah berada di level bawah.
Memang , harga karet saat ini masih menunjukkan tren peningkatan sejak menyentuh titik terendahnya di 21 November 2018.
Namun bila ditarik lebih jauh, harga karet secara rata-rata tahunan mengalami penurunan sejak 2011. Hanya pada tahun 2017 harga rata-rata karet bisa naik secara YoY ke level JPY 227,3/kg.
Selain itu, El Nino yang diprediksi akan terjadi tahun ini juga dapat menghambat produksi karet di negara-negara Asia Tenggara. Pasalnya, kala El Nino terjadi, suhu di akan menjadi relatif lebih panas dan akan menghambat panen karet.
Bila pasokan dapat dikurangi, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) karet dapat menjadi lebih baik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article RI Atur Kuota Ekspor Karet, Bagaimana Thailand & Malaysia?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular