
Dipicu Sentimen Damai Dagang AS-China, Harga Karet Melesat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
25 April 2019 13:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga karet alam berjangka di bursa Tokyo Commodity Exchange (TOCOM) melesat pada perdagangan hari Kamis (25/4/2019) siang. Sentimen damai dagang Amerika Serikat (AS)-China terbukti mampu membuat investasi komoditas karet kian menarik di mata para investor.
Harga karet acuan kontrak Oktober meroket hingga 1,11% ke level JPY 191,7/kg pada pukul 12:00 WIB. Penguatan harga juga terjadi setelah ditutup dengan koreksi 0,11% kemarin (24/4/2019).
Rabu (24/4/2019) malam, Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa dialog dagang dengan China sejauh ini berjalan lancar.
"Dialog dagang baik-baik saja," ujar Trump kepada reporter saat mendarat di Florida.
Dengan begitu pelaku pasar makin yakin bahwa ujung dari kesepakatan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia hanya tinggal menunggu waktu saja.
Sebelumnya, Gedung Putih juga mengatakan bahwa minggu depan, tepatnya hari Rabu (30/4/2019), Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, akan terbang ke Beijing untuk memulai kembali dialog tatap muka dengan China.
"Materi pembicaraan pekan depan akan mencakup isu-isu perdagangan termasuk hak kekayaan intelektual, alih teknologi paksa, halangan non-tarif, pertanian, jasa, pembelian, dan penegakan hukum," menurut pernyataan tertulis yang dirilis Gedung Putih.
Topiknya memang masih tak berubah dengan dialog sebelumnya. Masih itu-itu saja. Artinya memang masalah itu cukup alot untuk mencapai kesepakatan.
Sudah lama diketahui bahwa AS memang bersikukuh menginginkan China untuk mengubah praktik dagang yang dinilai tidak adil. Salah satunya adalah kewajiban perusahaan AS untuk mengalihkan teknologi dan rahasia dagang kepada perusahaan lokal agar dapat berbisnis di China.
Akan tetapi secara umum itikad keduanya masih positif. Masih ingin berdiskusi demi mencapai damai dagang yang hakiki.
China juga sudah berulang kali mengaskan komitmennya untuk melindungi kekayaan intelektual pihak asing di dalam negeri.
Bahkan tak berhenti sampai di situ. Gedung Putih juga sudah menuliskan agenda dialog dagang pada 8 Mei 2019 mendatang, yaitu kedatangan Wakil Perdana Menteri China, Liu He ke Washington.
Bila AS dan China sudah tak lagi saling lempar tarif, maka perlambatan ekonomi yang selama ini melanda seluruh dunia bisa direm. Bahkan ekonomi dunia berpotensi melaju kencang lagi.
Dampaknya juga tidak hanya sebatas di dua negara itu saja. Seluruh dunia akan merasakan cipratannya. Maklum, AS dan China merupakan negara dengan ekonomi terbesar di bumi.
Tak terkecuali untuk aktivitas industri ban kendaraan bermotor. Meningkatnya permintaan industri tersebut akan mendorong konsumsi karet.
Apalagi harga minyak mentah global masih di posisi tertinggi sejak enam bulan lalu. Itu membuat harga karet sintetis juga ikut terangkat, karena dibuat dari minyak bumi.
Dalam kesempatan itu, karet alam akan mengambil momentum untuk mendapatkan pangsa pasar karena harganya yang bersaing dengan karet sintetis. Alhasil peningkatan permintaan karet berpeluang menggiring harganya lebih tinggi lagi.
Disamping itu, sentimen dari sisi pasokan juga masih memberikan dorongan ke atas pada pergerakan harga karet.
Bulan lalu, tiga anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia telah sepakat untuk mengurangi ekspor hingga 240.000 ton selama 4 bulan mulai bulan April 2019.
Dalam kesepakatan tersebut, kuota Thailand mencapai 126.240 ton, karena merupakan produsen karet terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia dan Malaysia kebagian jatah pengurangan ekspor karet masing-masing sebesar 98.160 ton dan 15.600 ton.
Namun belakangan Thailand mengundur jadwal pengurangan ekspor karet hingga tanggal 12 Mei 2019 mendatang, yang artinya dua minggu lagi.
Bila Thailand sudah mulai mengurangi pasokan karetnya, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) bisa makin kurus. Harganya pun berpeluang naik lebih tinggi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article RI Atur Kuota Ekspor Karet, Bagaimana Thailand & Malaysia?
Harga karet acuan kontrak Oktober meroket hingga 1,11% ke level JPY 191,7/kg pada pukul 12:00 WIB. Penguatan harga juga terjadi setelah ditutup dengan koreksi 0,11% kemarin (24/4/2019).
"Dialog dagang baik-baik saja," ujar Trump kepada reporter saat mendarat di Florida.
Dengan begitu pelaku pasar makin yakin bahwa ujung dari kesepakatan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia hanya tinggal menunggu waktu saja.
Sebelumnya, Gedung Putih juga mengatakan bahwa minggu depan, tepatnya hari Rabu (30/4/2019), Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, akan terbang ke Beijing untuk memulai kembali dialog tatap muka dengan China.
"Materi pembicaraan pekan depan akan mencakup isu-isu perdagangan termasuk hak kekayaan intelektual, alih teknologi paksa, halangan non-tarif, pertanian, jasa, pembelian, dan penegakan hukum," menurut pernyataan tertulis yang dirilis Gedung Putih.
Topiknya memang masih tak berubah dengan dialog sebelumnya. Masih itu-itu saja. Artinya memang masalah itu cukup alot untuk mencapai kesepakatan.
Sudah lama diketahui bahwa AS memang bersikukuh menginginkan China untuk mengubah praktik dagang yang dinilai tidak adil. Salah satunya adalah kewajiban perusahaan AS untuk mengalihkan teknologi dan rahasia dagang kepada perusahaan lokal agar dapat berbisnis di China.
Akan tetapi secara umum itikad keduanya masih positif. Masih ingin berdiskusi demi mencapai damai dagang yang hakiki.
China juga sudah berulang kali mengaskan komitmennya untuk melindungi kekayaan intelektual pihak asing di dalam negeri.
Bahkan tak berhenti sampai di situ. Gedung Putih juga sudah menuliskan agenda dialog dagang pada 8 Mei 2019 mendatang, yaitu kedatangan Wakil Perdana Menteri China, Liu He ke Washington.
Bila AS dan China sudah tak lagi saling lempar tarif, maka perlambatan ekonomi yang selama ini melanda seluruh dunia bisa direm. Bahkan ekonomi dunia berpotensi melaju kencang lagi.
Dampaknya juga tidak hanya sebatas di dua negara itu saja. Seluruh dunia akan merasakan cipratannya. Maklum, AS dan China merupakan negara dengan ekonomi terbesar di bumi.
Tak terkecuali untuk aktivitas industri ban kendaraan bermotor. Meningkatnya permintaan industri tersebut akan mendorong konsumsi karet.
Apalagi harga minyak mentah global masih di posisi tertinggi sejak enam bulan lalu. Itu membuat harga karet sintetis juga ikut terangkat, karena dibuat dari minyak bumi.
Dalam kesempatan itu, karet alam akan mengambil momentum untuk mendapatkan pangsa pasar karena harganya yang bersaing dengan karet sintetis. Alhasil peningkatan permintaan karet berpeluang menggiring harganya lebih tinggi lagi.
Disamping itu, sentimen dari sisi pasokan juga masih memberikan dorongan ke atas pada pergerakan harga karet.
Bulan lalu, tiga anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia telah sepakat untuk mengurangi ekspor hingga 240.000 ton selama 4 bulan mulai bulan April 2019.
Dalam kesepakatan tersebut, kuota Thailand mencapai 126.240 ton, karena merupakan produsen karet terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia dan Malaysia kebagian jatah pengurangan ekspor karet masing-masing sebesar 98.160 ton dan 15.600 ton.
Namun belakangan Thailand mengundur jadwal pengurangan ekspor karet hingga tanggal 12 Mei 2019 mendatang, yang artinya dua minggu lagi.
Bila Thailand sudah mulai mengurangi pasokan karetnya, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) bisa makin kurus. Harganya pun berpeluang naik lebih tinggi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article RI Atur Kuota Ekspor Karet, Bagaimana Thailand & Malaysia?
Most Popular