
Bursa Saham Asia Kompak Menghijau, Terima Kasih Damai Dagang!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 February 2019 18:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia kompak ditutup di zona hijau pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei naik 0,6%, indeks Shanghai naik 0,2%, indeks Hang Seng naik 1,01%, indeks Straits Times naik 0,57%, dan indeks Kospi naik 1,09%.
Hawa positif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang lanjutan antara AS dengan China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor.
Sebagai informasi, sebagai tindak lanjut dari pertemuan di China pada pekan kemarin, negosiasi dagang lanjutan digelar di Washington mulai kemarin (19/2/2019) di tingkat wakil menteri. Pada hari Kamis dan Jumat, negosiasi tingkat menteri akan digelar, di mana Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertemu dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, serta Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.
Presiden AS Donald Trump kembali menebar optimisme dengan menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Pelaku pasar memang berharap banyak bahwa negosiasi dagang pada pekan ini setidaknya bisa meluluhkan hati Trump untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China. Pasalnya jika tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.
Aura perdamaian AS-China terbukti ampuh dalam meredam kehadiran sentimen negatif dari rilis data ekonomi di Jepang. Pada pagi hari ini, ekspor Jepang periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.
Penurunan tersebut merupakan yang terparah dalam lebih dari 2 tahun. Lemahnya permintaan dari China merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekspor Jepang terkontraksi begitu dalam.
Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY. Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Hawa positif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang lanjutan antara AS dengan China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor.
Sebagai informasi, sebagai tindak lanjut dari pertemuan di China pada pekan kemarin, negosiasi dagang lanjutan digelar di Washington mulai kemarin (19/2/2019) di tingkat wakil menteri. Pada hari Kamis dan Jumat, negosiasi tingkat menteri akan digelar, di mana Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertemu dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, serta Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Pelaku pasar memang berharap banyak bahwa negosiasi dagang pada pekan ini setidaknya bisa meluluhkan hati Trump untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China. Pasalnya jika tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.
Aura perdamaian AS-China terbukti ampuh dalam meredam kehadiran sentimen negatif dari rilis data ekonomi di Jepang. Pada pagi hari ini, ekspor Jepang periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.
Penurunan tersebut merupakan yang terparah dalam lebih dari 2 tahun. Lemahnya permintaan dari China merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekspor Jepang terkontraksi begitu dalam.
Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY. Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular