Mobil Listrik China Kian Populer, Harga Minyak Tertahan

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 February 2019 18:07
Hingga pukul 17:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April terkoreksi sebesar 0,23% ke posisi US$ 66,1/barel
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada sore hari ini (18/2) cenderung bervariasi.

Hingga pukul 17:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April terkoreksi sebesar 0,23% ke posisi US$ 66,1/barel, setelah sebelumnya juga menguat 2,6% akhir pekan lalu (15/2).

Sementara harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak Maret juga menguat sebesar 0,16% ke level US$ 55,89/barel, setelah ditutup naik 2,54% pada perdagangan sebelumnya.

Selama sepekan harga minyak telah naik sekitar 7,04% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga si emas hitam masih tercatat naik sekitar 22%.



Pergerakan harga minyak masih banyak dipengaruhi sentimen positif yang diakibatkan oleh berkurangya pasokan minyak dunia.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama dengan Rusia dan sekutunya telah bersepakat untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel/hari.

Tingkat produksi yang menjadi acuan pada kesepakatan tersebut adalah jumlah produksi minyak masing-masing negara pada bulan Oktober 2018.

Arab Saudi kebagian jatah kuota pengurangan produksi terbesar, yaitu 322 barel/hari, yang dimulai pada awal tahun 2019.

Optimisme pasar semakin membuncah kala OPEC telah menunjukkan kepatuhan pada perjanjian yang telah dibuat. Tercatat pada Januari, pengurangan pasokan minyak OPEC telah mencapai 797.000 barel/hari.

Bahkan, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih minggu lalu mengatakan bahwa negerinya akan mengurangi produksi minyak lebih dalam hingga mencapai level 9,8 juta barel/hari pada Maret mendatang, seperti yang dilansir dari Finansial Times, mengutip Reuters.

Artinya, Negeri Padang Pasir tersebut sudah menunjukkan niat untuk secara sukarela menambah pengurangan produksi lebih dari 500.000 barel/hari.

Bila pasokan minyak dunia dapat dikurangi, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) akan lebih baik di tahun ini.

Selain itu, sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat pada Iran dan Venezuela juga semakin membuat pelaku pasar yakin pasokan minyak dunia bisa semakin ketat.

Sebagai informasi, sanksi AS atas Iran membuat sekutu-sekutu Negeri Paman Sam tidak bisa secara langsung membeli minyak asal Negeri Persia.

Sama halnya dengan sanksi AS atas Venezuela yang melarang perusahaan dan perorangan asal AS untuk membeli minyak hasil bumi Venezuela. Padahal diketahui bahwa sebelumnya AS merupakan negara tujuan hampir seluruh jatah ekspor minyak Venezuela.

Alhasil, rantai pasokan minyak dunia akan terhambat, dan harga bisa terkerek ke atas.

Namun demikian kekhawatiran akan berkurangnya permintaan energi dunia juga terus menghantui dan membebani harga minyak.

Teranyar, hari ini China merilis data penjualan mobil periode Januari. Hasilnya, mudah ditebak, yaitu penjualan mobil tercatat turun sebesar 15,8% dibandingkan dengan Januari 2018 (YoY).

Penjualan mobil yang turun mengindikasikan bahwa kegiatan manufaktur Negeri Panda yang sedang lesu. Selain itu, permintaan akan bensin juga tidak akan tumbuh secara maksimal akibat dari pertumbuhan penggunaan mobil yang akan ikut terpangkas.

Tak hanya itu, yang lebih mencengangkan adalah penjualan mobil 'energi baru' ,dimana termasuk diantaranya mobil listrik, tumbuh 140% di Januari.

Hal ini akan semakin membuat permintaan akan bensin yang berasal dari minyak bumi diprediksi semakin berkurang.

Kabar dari sektor energi AS juga tak ketinggalan memberi sentimen negatif. Pada Jumat lalu (15/2), perusahaan energi Baker Huges mengatakan bahwa jumlah rig minyak aktif minggu lalu bertambah 3 unit.

Dengan begitu, produksi minyak AS masih terus diprediksi meningkat. Padahal sejak 2018, produksi minyak AS telah meningkat 2 juta barel/hari, hingga mencapai rekor 11,9 juta barel/hari. Jumlah yang mengukuhkan posisi AS sebagai negara dengan produksi minyak terbesar di dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular