Rupiah Lemas, Dolar AS Leluasa Penetrasi di Level Rp 14.100

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2019 16:50
Investor Main Aman, Dolar AS Jadi Pilihan
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sedangkan di sisi eksternal, sepertinya investor memang sedang menghindari pasar keuangan Asia. Tidak cuma mata uang, pasar saham Asia pun berguguran. Indeks Nikkei 225 anjlok 1,13%, Hang Seng amblas 1,87%, dan Shanghai Composite ambrol 1,37%, Kospi jatuh 1,34%, Straits Times minus 0,33%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkurang 0,48%. 

Penyebabnya adalah, pertama data ekonomi China yang kurang oke. Inflasi China pada Januari 2019 tercatat 1,7 YoY, lebih lambat dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,9%. Sementara inflasi di tingkat produsen adalah 0,1% YoY, juga di bawah konsensus yang memperkirakan 0,2%. 

Data ini menunjukkan perekonomian China yang sedang dalam masa konsolidasi. Permintaan dari konsumen melambat, sehingga dunia usaha juga ragu menaikkan harga. Hawa kelesuan dan perlambatan ekonomi di Negeri Tirai Bambu semakin terasa. 

Masalahnya, China adalah perekonomian terbesar di Asia. Ketika ekonomi China melambat, maka permintaan barang-barang dari negara lain bakal berkurang. Perlambatan ekonomi berpotensi merambat ke penjuru Asia, termasuk Indonesia. 

Selain itu, investor juga masih menantikan hasil dialog dagang AS-China yang berlangsung sejak awal pekan dan berakhir hari ini. Sudah ada beberapa bocoran, tetapi masih samar-samar. 

Dalam cuitan di Twitter, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyebut bahwa perundingan dagang berlangsung produktif. Namun dia tidak mengelaborasi lebih lanjut pernyataan itu. 

"Pembicaraan yang produktif dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer," tulis Mnuchin. 


Kemudian juga ada kabar bahwa pemerintah China bersedia untuk mengakhiri subsidi kepada industri dalam negeri untuk menciptakan persaingan sehat. Jika ini benar, maka sudah sesuai dengan permintaan AS yang ingin agar China lebih membuka perekonomiannya. 

Pemerintah China, sebut sumber Reuters, akan mematuhi program subsidi seperti yang sudah diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun Washington agak skeptis, karena selama ini Beijing sudah lekat dengan pemberian subsidi dan perlakuan tidak adil terhadap investasi asing seperti pemaksaan transfer teknologi. 

"Apalagi China tidak pernah membuka seluruh subsidi, yang semua orang tahu jumlahnya masif dan melibatkan sistem perbankan terbesar di planet ini. Subsidi sudah begitu terkonstruksi dalam perekonomian China," keluh sang sumber, dikutip dari Reuters. 

Kabar yang kurang enak ini, apalagi masih agak buram, membuat pelaku pasar tambah ogah masuk ke pasar keuangan Asia. Akibatnya, mayoritas mata uang utama Benua Kuning melemah terhadap dolar AS karena kekurangan arus modal. 

Well, di-sandwich dari kiri dan kanan seperti ini membuat rupiah tidak punya pilihan selain melemah. Rupiah tidak mampu memberi kado akhir pekan yang indah bagi Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular