
Rupiah Lemas, Dolar AS Leluasa Penetrasi di Level Rp 14.100
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2019 16:50

Rupiah hari ini sedang terpukul karena sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Dari sisi domestik, rilis data perdagangan internasional benar-benar menjadi momok bagi rupiah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Januari 2019 sebesar US$ 13,87 miliar atau turun 4,7% year-on-year (YoY). Sementara impor tercatat US$ 15,03 miliar atau turun 1,83% YoY. Dengan begitu neraca perdagangan defisit US$ 1,16 miliar.
Defisit neraca perdagangan, apalagi sampai di atas US$ 1 miliar, adalah fenomena yang agak langka pada Januari. Biasanya neraca perdagangan malah mencetak surplus pada awal tahun. Sejak 2008, defisit perdagangan Januari hanya terjadi pada 2013, 2014, 2018, dan 2019.
Neraca perdagangan yang defisit membuat prospek transaksi berjalan pada kuartal I-2019 menjadi penuh tanda tanya. Ada kemungkinan defisit transaksi berjalan tetap dalam, sehingga rupiah terus dihantui risiko pelemahan.
Padahal biasanya transaksi berjalan berada di posisi terbaiknya pada kuartal I. Namun dengan start yang kurang bagus di neraca perdagangan, ada risiko transaksi berjalan pada kuartal I-2019 kembali tertekan. Bukan sebuah kabar baik buat rupiah.
Kekhawatiran ini semakin menjadi kala melihat perkembangan harga minyak. Dalam sepekan terakhir, harga minyak jenis brent melonjak 4,21% dan light sweet melesat 3,26%. Sementara selama sebulan ini, harga brent dan light sweet meroket masing-masing 5,53% dan 4,07%.
Kala harga minyak naik, maka impor biaya komoditas ini berpotensi semakin membengkak. Beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan semakin berat, dan risiko depresiasi rumah semakin tinggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Januari 2019 sebesar US$ 13,87 miliar atau turun 4,7% year-on-year (YoY). Sementara impor tercatat US$ 15,03 miliar atau turun 1,83% YoY. Dengan begitu neraca perdagangan defisit US$ 1,16 miliar.
Defisit neraca perdagangan, apalagi sampai di atas US$ 1 miliar, adalah fenomena yang agak langka pada Januari. Biasanya neraca perdagangan malah mencetak surplus pada awal tahun. Sejak 2008, defisit perdagangan Januari hanya terjadi pada 2013, 2014, 2018, dan 2019.
Neraca perdagangan yang defisit membuat prospek transaksi berjalan pada kuartal I-2019 menjadi penuh tanda tanya. Ada kemungkinan defisit transaksi berjalan tetap dalam, sehingga rupiah terus dihantui risiko pelemahan.
Padahal biasanya transaksi berjalan berada di posisi terbaiknya pada kuartal I. Namun dengan start yang kurang bagus di neraca perdagangan, ada risiko transaksi berjalan pada kuartal I-2019 kembali tertekan. Bukan sebuah kabar baik buat rupiah.
Kekhawatiran ini semakin menjadi kala melihat perkembangan harga minyak. Dalam sepekan terakhir, harga minyak jenis brent melonjak 4,21% dan light sweet melesat 3,26%. Sementara selama sebulan ini, harga brent dan light sweet meroket masing-masing 5,53% dan 4,07%.
Kala harga minyak naik, maka impor biaya komoditas ini berpotensi semakin membengkak. Beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan semakin berat, dan risiko depresiasi rumah semakin tinggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular