Rupiah Kalah Banyak Lawan Mata Uang Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2019 14:30
Rupiah Kalah Banyak Lawan Mata Uang Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Tidak cuma di hadapan dolar AS, rupiah juga lesu melawan mayoritas mata uang Asia. 

Pada Jumat (15/2/2019) pukul 14:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.125. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah masih melemah meski depresiasinya agak melunak. Pada pukul 14:14 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.115 di mana rupiah melemah 0,21%. 

Hari ini, rupiah 'setia' di jalur merah. Melemah tipis 0,04% kala pembukaan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam sehingga dolar AS kembali menembus level Rp 14.100. 


Namun, nasib rupiah sebenarnya tidak apes-apes amat. Mayoritas mata uang Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Bahkan pelemahan rupiah tidak ada apa-apanya dibandingkan beberapa tetangganya. R

upee India menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Disusul oleh peso Filipina dan won Korea Selatan di peringkat ketiga dari bawah.
 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:14 WIB: 



Sementara satu lawan satu di depan mata uang Asia, rupiah juga tidak berdaya. Dari 10 mata uang utama Asia, rupiah melemah di hadapan tujuh di antaranya. Rupiah hanya mampu menguat terhadap peso dan rupee, itu pun dalam relatif terbatas. Sementara di hadapan won Korea Selatan, posisi rupiah impas alias stagnan.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap rupiah pada pukul 14:18 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya sentimen domestik membuat investor menjauh dulu dari pasar keuangan Indonesia. Sentimen itu adalah setelah rilis data perdagangan internasional. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Januari 2019 sebesar US$ 13,87 miliar atau turun 4,7% YoY. Sementara impor tercatat US$ 15,03 miliar atau turun 1,83% YoY. Dengan begitu neraca perdagangan defisit US$ 1,16 miliar. 

Realisasi ini lebih dalam dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor turun atau terkontraksi 0,61% sementara impor juga minus 0,785%. Hasilnya, neraca perdagangan diperkirakan defisit US$ 925,5 juta. 

Defisit neraca perdagangan, apalagi sampai di atas US$ 1 miliar, adalah fenomena yang agak langka pada Januari. Biasanya neraca perdagangan malah mencetak surplus pada awal tahun. Sejak 2008, defisit perdagangan Januari hanya terjadi pada 2013, 2014, 2018, dan 2019. 


Neraca perdagangan yang defisit membuat prospek transaksi berjalan pada kuartal I-2019 menjadi penuh tanda tanya. Ada kemungkinan defisit transaksi berjalan tetap dalam, sehingga rupiah terus dihantui risiko pelemahan. 

Kekhawatiran ini semakin menjadi kala melihat harga minyak yang masih ogah turun. Pada pukul 14:20 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,37% dan light sweet bertambah 0,29%. Dalam sebulan terakhir, harga brent dan light sweet melonjak masing-masing 5,52% dan 4,26%. 


Kala harga minyak naik, maka impor biaya komoditas ini berpotensi semakin membengkak. Beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan semakin berat, dan risiko depresiasi rumah semakin tinggi.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular