Dolar AS Masih Perkasa, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 February 2019 08:39
Dolar AS Masih Perkasa, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen global memang sedang kurang kondusif sehingga membebani laju rupiah. 

Pada Selasa (12/2/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.080 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 


Kemarin, rupiah melemah 0,54% di hadapan dolar AS. Rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Asia, hanya lebih baik dari yuan China yang masih jetlag karena pasar keuangan Negeri Tirai Bambu baru buka setelah libur seminggu penuh memperingati Tahun Baru Imlek. 


Pagi ini, mata uang utama Asia masih cenderung melemah di hadapan dolar AS. Kekuatan greenback belum terbendung di Benua Kuning. 

Yuan masih menjadi mata uang terlemah di Asia. Sama seperti kemarin, rupiah juga menempati posisi kedua terbawah. Kompak sekali dua mata uang ini... 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:12 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa mau dikata, dolar AS memang masih perkasa. Tidak hanya di Asia, tetapi juga di dunia. 

Pada pukul 08:14 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,03%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini melesat dengan penguatan 1,06% dan selama sebulan ke belakang penguatannya mencapai 1,48%. 



Investor yang grogi dengan perkembangan hubungan AS-China kembali berpaling ke pelukan dolar AS. Dialog dagang AS-China yang sedang berlangsung di Beijing belum juga diketahui bocorannya, yang membuat pelaku pasar bertanya-tanya. 

Meski pemerintah AS dan China terus mencoba memompa optimisme pasar, tetapi keraguan masih ada. Ditambah lagi ada kasus yang bisa merusak suasana dialog dagang kedua negara. 

Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengajak para negara sekutunya untuk memboikot produk Huawei, perusahaan raksasa telekomunikasi asal China. Di AS, Huawei sudah diajukan ke meja hijau karena tuduhan berdagang dengan Iran dan pencurian teknologi robotik. 

Menurut AS, alat komunikasi buatan Huawei bisa dipakai sebagai instrumen spionase. Pompeo mencemaskan penetrasi Huawei yang mulai merambah Benua Biru. 

"Kami ingin memastikan peluang maupun risiko menggunakan perangkat itu (buatan Huawei). Jika perangkat itu berada di negara di mana ada sistem milik AS yang vital, maka akan sulit bagi AS untuk bekerja sama dengan negara tersebut," tegas Pompeo di sela-sela lawatannya ke Hungaria, dikutip dari Reuters. 

Sikap AS yang semakin keras kepada Huawei bisa menyulut emosi pemerintah China. Bisa saja perkembangan ini kemudian mempengaruhi dialog dagang yang sedang berlangsung. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain itu, dolar AS memang praktis sedang tanpa lawan. Euro, yang sebenarnya diharapkan mampu mengimbangi, ternyata melempem. 

Kemarin, euro melemah 0,47% terhadap dolar AS. Bahkan pelemahan euro sudah terjadi selama 6 hari beruntun, dan selama periode itu mata uang Benua Biru terdepresiasi hingga 1,56%. 



Apa boleh buat, data-data ekonomi Eropa memang tidak mendukung penguatan euro. Dari Jerman, surplus perdagangan pada Desember 2018 tercatat EUR 13,9 miliar. Jauh di bawah bulan sebelumnya yang mencapai EUR 20,4 miliar dan Desember 2017 yaitu EUR 18,4 miliar. 

Sementara pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada kuartal IV-2018 adalah 0,2% year-on-year (YoY), sama seperti kuartal sebelumnya. Laju tersebut menjadi yang paling lambat sejak kuartal II-2014. 

Kemudian angka pembacaan awal untuk inflasi Zona Euro pada Januari 2019 adalah 1,4% YoY. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 1,6% YoY. Perlambatan laju inflasi menandakan permintaan yang masih terbatas.

Perekonomian Eropa yang agak suram itu membuat prospek kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) menjadi mengecil. Mario Draghi cs memang masih menargetkan kenaikan suku bunga acuan setidaknya musim panas (tengah tahun) ini. Namun dengan kondisi ekonomi yang seperti itu, target tersebut sepertinya sulit terlaksana. 

Akibatnya, dolar AS kembali tanpa lawan. Investor kembali mengarahkan investasinya ke mata uang Negeri Paman Sam, yang kemudian menebar ancaman kepada mata uang lainnya termasuk rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular