Rupiah Tak Lagi Terlemah di Asia, Untung Ada Yuan...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 February 2019 16:40
Rupiah Terbeban Neraca Pembayaran
lustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Selain dolar AS yang memang sedang menguat, pelemahan rupiah hari ini juga sepertinya banyak disebabkan oleh faktor domestik. Terutama setelah rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akhir pekan lalu. 

Pada kuartal IV-2018 NPI tercatat surplus US$ 5,42 miliar, tetapi karena terus defisit pada 3 kuartal sebelumnya, NPI sepanjang 2018 tetap minus US$ 7,13 miliar. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 adalah 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit terdalam sejak kuartal II-2014.  

Sedangkan secara tahunan, defisit transaksi berjalan masih di bawah 3% PDB tepatnya 2,98%. Namun ini juga menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

NPI menggambarkan keseimbangan eksternal Indonesia, seberapa banyak devisa yang masuk dan keluar. Jika defisit, maka lebih banyak devisa yang keluar ketimbang yang masuk. Artinya lebih banyak rupiah 'dibakar' untuk ditukarkan menjadi valas sehingga ketika NPI defisit menjadi wajar apabila rupiah melemah. 

Apalagi transaksi berjalan terus mencatatkan defisit, bahkan semakin dalam. Transaksi berjalan menggambarkan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, devisa yang lebih bertahan lama.  

Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi fondasi penting yang menyokong nilai tukar. Saat dia defisit, fondasi itu menjadi rapuh sehingga rupiah rentan terdepresiasi. 

Plus, sepertinya ke depan ada risiko transaksi berjalan semakin tertekan. Pasalnya, PT Pertamina memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dari mulai Premium sampai Pertamax Plus. 


Penurunan harga BBM akan menyebabkan konsumsinya naik. Sebab harga BBM yang murah mendorong masyarakat menjadi boros, abai untuk berhemat. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, utamanya hasil minyak seperti BBM.

Sepanjang 2018, impor migas Indonesia adalah US$ 49,11 miliar. Dari jumlah tersebut, US$ 26,63 miliar (54,22%) adalah impor produk hasil minyak, yang salah satunya adalah BBM. 

Jika permintaan BBM naik, maka otomatis impornya akan ikut melonjak. Sehingga ke depan bakal semakin banyak rupiah yang 'dibakar' demi mengimpor BBM. Rupiah pun masih rentan melemah. 

Perkembangan ini tentu membuat investor khawatir dan melepas rupiah. Investor mana yang ingin mengoleksi aset dengan risiko penurunan nilai? 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular