
Harga Emas Berayun ke Bawah Digelayuti Prospek Suram Ekonomi
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
11 February 2019 13:25

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas di bursa berjangka dunia tergelincir 0,23% atau US$3 per troy ounce, menjadi US$1.310,7 di tengah masih panasnya nafsu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Posisi harga logam mulia utama dunia itu berbalik dari posisi pagi. Data Refinitiv menyebutkan harga emas berjangka pada Senin (11/2/2019) pukul 08:26 WIB menguat 0,03% melanjutkan penguatan pekan lalu (sebesar 0,27%).
Koreksi terjadi di tengah belum pastinya perdamaian di perdagangan global. Presiden AS Donald Trump, yang tidak akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping sebelum 1 Maret. Padahal sebelumnya eks taipan properti tersebut sempat berujar akan bertemu dengan Presiden Xi, bahkan lebih dari sekali.
Pernyataan Trump tersebut membuat pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan damai dagang AS-China tidak memiliki kemajuan berarti. Di sisi lain, perekonomian Eropa diperkirakan semakin suram.
Biro Pusat Federal Jerman melaporkan produksi industri pada Desember 2018 turun 0,4% dibanding bulan sebelumnya, jauh dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memprediksi kenaikan 0,7%.
Karenanya, para ekonom memprediksi ekonomi Jerman akan terkontraksi, alias tumbuh negatif, di kuartal IV-2018. Jika ini terjadi, maka resesi resmi terjadi karena ekonomi Jerman pada kuartal sebelumnya sudah terkontraksi 0,2%.
Resesi terjadi jika sebuah negara mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Benua Biru, persoalan di Jerman dikhawatirkan menyeret negara-negara lainnya. Komisi Uni Eropa pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro untuk 2019 dari 1,9% menjadi 1,3%.
Di tengah ketidakpastian tersebut, emas semestinya kian bersinar kilaunya karena menjadi tujuan lindung nilai (hedging) bagi para investor. Namun pada kenyataannya harga emas malah berbalik turun.
Pemicunya tak lain adalah penguatan dolar AS terhadap mitra-mitra dagang utamanya yang membuat investor lebih memilih aset berbasis dolar AS dan secara otomatis membuat kilau emas pagi tadi menjadi agak memudar.
Investor juga masih mencermati dan menunggu (wait and see) sebelum masuk ke bursa berjangka emas sembari menunggu konfirmasi mengenai permintaan emas di sektor riiil, yakni China dan India sebagai konsumen terbesar emas dunia bakal.
Jika perekonomian kedua negara tersebut terpukul akibat perang dagang, sedikit-banyak hal ini akan membuat daya investasi kaum berduitnya menjadi turun.
Sepanjang tahun berjalan, harga emas melesat dengan penguatan sebesar 2,47%. Namun dibandingkan posisi setahun lalu, harga masih terkoreksi 0,57%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm) Next Article Laporan BBJ 2018: Transaksi Emas dan Kopi Paling Ramai
Posisi harga logam mulia utama dunia itu berbalik dari posisi pagi. Data Refinitiv menyebutkan harga emas berjangka pada Senin (11/2/2019) pukul 08:26 WIB menguat 0,03% melanjutkan penguatan pekan lalu (sebesar 0,27%).
Pernyataan Trump tersebut membuat pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan damai dagang AS-China tidak memiliki kemajuan berarti. Di sisi lain, perekonomian Eropa diperkirakan semakin suram.
Biro Pusat Federal Jerman melaporkan produksi industri pada Desember 2018 turun 0,4% dibanding bulan sebelumnya, jauh dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memprediksi kenaikan 0,7%.
Karenanya, para ekonom memprediksi ekonomi Jerman akan terkontraksi, alias tumbuh negatif, di kuartal IV-2018. Jika ini terjadi, maka resesi resmi terjadi karena ekonomi Jerman pada kuartal sebelumnya sudah terkontraksi 0,2%.
Resesi terjadi jika sebuah negara mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Benua Biru, persoalan di Jerman dikhawatirkan menyeret negara-negara lainnya. Komisi Uni Eropa pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro untuk 2019 dari 1,9% menjadi 1,3%.
Di tengah ketidakpastian tersebut, emas semestinya kian bersinar kilaunya karena menjadi tujuan lindung nilai (hedging) bagi para investor. Namun pada kenyataannya harga emas malah berbalik turun.
Pemicunya tak lain adalah penguatan dolar AS terhadap mitra-mitra dagang utamanya yang membuat investor lebih memilih aset berbasis dolar AS dan secara otomatis membuat kilau emas pagi tadi menjadi agak memudar.
Investor juga masih mencermati dan menunggu (wait and see) sebelum masuk ke bursa berjangka emas sembari menunggu konfirmasi mengenai permintaan emas di sektor riiil, yakni China dan India sebagai konsumen terbesar emas dunia bakal.
Jika perekonomian kedua negara tersebut terpukul akibat perang dagang, sedikit-banyak hal ini akan membuat daya investasi kaum berduitnya menjadi turun.
Sepanjang tahun berjalan, harga emas melesat dengan penguatan sebesar 2,47%. Namun dibandingkan posisi setahun lalu, harga masih terkoreksi 0,57%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm) Next Article Laporan BBJ 2018: Transaksi Emas dan Kopi Paling Ramai
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular