Lawan Euro, Rupiah Terkuat Sejak November 2017!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 February 2019 13:01
Lawan Euro, Rupiah Terkuat Sejak November 2017!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) boleh melemah. Terhadap mata uang Asia, kinerja rupiah juga kurang maksimal. Namun rupiah mampu digdaya di Eropa.

Sepanjang pekan ini, rupiah melemah 0,25% terhadap dolar AS secara point-to-point. Rupiah bergerak seiring dengan mata uang utama Asia yang mayoritas juga melemah.


Sementara satu lawan satu dengan mata uang utama Asia, hasil yang didapat rupiah agak mixed bag. Rupiah menguat di hadapan empat mata uang utama Benua Kuning, tetapi melemah melawan lima mata uang lainnya.


Namun hasil positif diraih rupiah di Eropa. Mata uang Tanah Air menguat terhadap berbagai mata uang Benua Biru, dan penguatannya pun signifikan.

Sepanjang pekan ini, rupiah perkasa dengan penguatan 1,06% terhadap euro. Rupiah pun menyentuh posisi terkuat sejak 13 November 2017.



Sedangkan di hadapan poundsterling Inggris, rupiah menguat 0,83%. Lalu melawan franc Swiss sang safe haven, rupiah berhasil menguat 0,27%.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Rupiah (dan sebenarnya mata uang negara-negara lainnya) berhasil memanfaatkan Eropa yang sedang bermuram durja. Biro Pusat Federal Jerman melaporkan produksi industri pada Desember 2018 turun 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memperkirakan kenaikan 0,7%.

Oleh karena itu, para ekonomi meramal ekonomi Negeri Panser akan mengalami kontraksi alias tumbuh negatif pada kuartal IV-2018. Jika ini terjadi, maka Jerman resmi mengalami resesi karena pada kuartal sebelumnya sudah mengalami kontraksi 0,2%. Resesi terjadi jika sebuah negara mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.


Jerman adalah ekonomi terbesar di Benua Biru sehingga masalah di sana akan menyeret negara-negara lainnya. Komisi Uni Eropa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro untuk 2019 dari 1,3% menjadi 1,9%.

Sementara di Inggris, dinamika Brexit juga masih penuh tanda tanya. Belum ada kejelasan bagaimana nasib Inggris nantinya, padahal tanggal perceraian dengan Uni Eropa semakin dekat yaitu 29 Maret. Risiko No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perpisahan dengan Uni Eropa) semakin besar.


Perdana Menteri Theresa May baru merampungkan kunjungannya ke Brussel untuk melakukan lobi terhadap para pemimpin Uni Eropa. Hasilnya masih-samar, tetapi Brussel menegaskan bahwa tidak ada lagi renegosiasi proposal Brexit.

“Untuk saat ini, PM May masih berkutat untuk menyatukan partainya sendiri (Partai Konservatif) ketimbang mencari konsensus nasional. Namun ada harapan, karena kekacauan yang mungkin timbul akibat No Deal Brexit bisa menyatukan rakyat Inggris,” tutur seorang diplomat yang ikut dalam pembicaraan dengan May, dikutip dari Reuters.

Situasi yang kurang kondusif di Eropa membuat investor berbondong-bondong cabut. Akibatnya, berbagai mata uang utama di Benua Biru melemah.

Dolar AS, misalnya, selama pekan ini menguat 1,1% terhadap euro, 1,04% terhadap sterling, dan 0,45% terhadap franc. Maklum, dolar memang menjadi tujuan utama investor setelah melihat ‘kegaduhan’ di Eropa.

Yen Jepang juga mampu menguat terhadap mata uang Eropa. Melawan euro, mata uang Negeri Matahari Terbit  menguat 0,88%. Yen juga menguat 0,79% di hadapan poundsterling dan 0,23% terhadap franc.

Ada contoh lain yaitu dolar Singapura, yang menguat 0,63 terhadap euro. Lalu di hadapan poundsterling mata uang Negeri Singa terapresiasi 0,53%.

Jadi, bukan cuma rupiah yang digdaya di Eropa. Mata uang lain pun begitu.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Rupiah Kian Perkasa, Begini Analisis Penguatannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular