
CIMB: Di Bawah Target, PDB Indonesia 2018 Bisa Naik 5,0-5,1%
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
06 February 2019 10:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Adrian Panggabean memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2018 berada di level 4,9-5,0% dan secara keseluruhan tahun 2018 di level 5,0-5,1%.
Adrian menjelaskan, angka itu memang meleset dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2018 di level 5,4%.
Adrian merinci, ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tak mencapai level 5,4% karena masalah produktivitas dari sisi utilisasi modal dan tenaga kerja. Faktor kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang naik 175 basis poin menjadi 6% pada 2018 juga dinilai cukup menekan dari sisi investasi dan konsumsi.
"Indikasi pertumbuhan ekonomi 2018 akan berada jauh di bawah target sudah diperkirakan sejak lama, saya bisa simpulkan pertumbuhan ekonomi triwulan keempat maksimum bisa 5%, bahkan turun. Full year 2018 maksimum 5%, nyaris 5,1%," kata Adrian dalam acara Squawk Box CNBC TV Indonesia, Rabu (6/2/2019).
Sebagai perbandingan, dalam konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 diproyeksikan sebesar 5,12% secara tahunan dan 5,15% untuk keseluruhan 2018.
Dalam kesempatan sebelumnya, ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Achmad Mikail, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan keempat 2018 berada pada level 5,15-5,16% secara tahunan. Level tersebut tak jauh berbeda dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Konsumsi domestik masih akan menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi seiring dengan penjualan ritel yang tumbuh pada triwulan keempat.
"Domestic consumption tumbuh cukup kuat dilihat dari pertumbuhan ritel rata rata September-Desember 2018 tumbuh 4,6%, sama seperti triwulan ketiga 2018," ujarnya.
Di sisi lain, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), tumbuh cukup kencang, selaras dengan pertumbuhan kredit perbankan nasional di level 12% secara tahunan. "Pertumbuhan kontribusi PMTB bersumber dari kredit bank, selama itu tumbuh kencang, maka investasi juga bisa kencang," ujarnya.
Data BKPM menyebutkan, porsi penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar Rp 99 triliun, atau turun 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang berada di posisi Rp 112 triliun.
"Memang investasi asing langsung [foreign direct investment] tidak mencapai target, tapi kalau PMTB dalam negeri tumbuh, searah dengan pertumbuhan kredit perbankan," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 defisit US$ 8,57 miliar. Defisit tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah semenjak 2008 lalu.
Defisit disebabkan impor yang melonjak 20,15% pada 2018 menjadi US$ 188,63 miliar dari tahun sebelumnya US$ 156,99 miliar. Adapun ekspor hanya tumbuh 6,65% menjadi US$ 180,06 miliar, dibanding tahun sebelumnya US$ 168,83 miliar.
Simak ulasan pertumbuhan ekonomi di CNBC TV Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Pandemi 2020, Laba CIMB Niaga Anjlok 45% Jadi Rp 2 T
Adrian menjelaskan, angka itu memang meleset dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2018 di level 5,4%.
Adrian merinci, ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tak mencapai level 5,4% karena masalah produktivitas dari sisi utilisasi modal dan tenaga kerja. Faktor kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang naik 175 basis poin menjadi 6% pada 2018 juga dinilai cukup menekan dari sisi investasi dan konsumsi.
"Indikasi pertumbuhan ekonomi 2018 akan berada jauh di bawah target sudah diperkirakan sejak lama, saya bisa simpulkan pertumbuhan ekonomi triwulan keempat maksimum bisa 5%, bahkan turun. Full year 2018 maksimum 5%, nyaris 5,1%," kata Adrian dalam acara Squawk Box CNBC TV Indonesia, Rabu (6/2/2019).
Konsumsi domestik masih akan menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi seiring dengan penjualan ritel yang tumbuh pada triwulan keempat.
"Domestic consumption tumbuh cukup kuat dilihat dari pertumbuhan ritel rata rata September-Desember 2018 tumbuh 4,6%, sama seperti triwulan ketiga 2018," ujarnya.
Di sisi lain, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), tumbuh cukup kencang, selaras dengan pertumbuhan kredit perbankan nasional di level 12% secara tahunan. "Pertumbuhan kontribusi PMTB bersumber dari kredit bank, selama itu tumbuh kencang, maka investasi juga bisa kencang," ujarnya.
Data BKPM menyebutkan, porsi penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar Rp 99 triliun, atau turun 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang berada di posisi Rp 112 triliun.
"Memang investasi asing langsung [foreign direct investment] tidak mencapai target, tapi kalau PMTB dalam negeri tumbuh, searah dengan pertumbuhan kredit perbankan," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 defisit US$ 8,57 miliar. Defisit tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah semenjak 2008 lalu.
Defisit disebabkan impor yang melonjak 20,15% pada 2018 menjadi US$ 188,63 miliar dari tahun sebelumnya US$ 156,99 miliar. Adapun ekspor hanya tumbuh 6,65% menjadi US$ 180,06 miliar, dibanding tahun sebelumnya US$ 168,83 miliar.
Simak ulasan pertumbuhan ekonomi di CNBC TV Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Pandemi 2020, Laba CIMB Niaga Anjlok 45% Jadi Rp 2 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular