Investor Asing 'Cabut' Rp 518 M, IHSG Jatuh 0,88%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 February 2019 16:59
Investor Asing 'Cabut' Rp 518 M, IHSG Jatuh 0,88%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri hari dengan pelemahan sebesar 0,88% ke level 6.481,45. Padahal, IHSG dibuka menguat 0,03% dan sempat menguat hingga 0,27%.

Transaksi pada hari ini berlangsung sepi. Nilai transaksi tercatat hanya Rp 8,14 triliun, di bawah rata-rata nilai transaksi harian yang senilai Rp 10,7 triliun. Sementara itu, volume transaksi adalah sebanyak 7,31 miliar unit saham dan frekuensi adalah sebanyak 227.982 kali.

Libur Tahun Baru Imlek pada esok hari (5/2/2019) membuat perdagangan pada hari ini berlangsung sepi.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,46% dan indeks Hang Seng naik 0,21%. Sementara itu, indeks Straits Times melemah 0,13%.

Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi momok pada perdagangan hari ini. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,11% di pasar spot ke level Rp 13.950/dolar AS. Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang menguat 0,11%.

Dolar AS mendapatkan suntikan tenaga dari rilis data tenaga kerja AS yang fantastis. Pada hari Jumat (1/2/2019), penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode Januari 2019 diumumkan sebanyak 304.000, nyaris 2 kali lipat dari ekspektasi yang sebanyak 165.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan lalu juga mengalahkan capaian bulan Desember yang sebesar 222.000.

Terlepas dari partial government shutdown yang melanda sepanjang bulan lalu, ternyata optimisme pelaku usaha tetap tinggi, dibuktikan oleh pesatnya penciptaan lapangan kerja.

Sebagai informasi, data tenaga kerja merupakan salah satu indikator yang diperhitungkan oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS dalam menentukan kebijakan suku bunga acuannya, selain angka inflasi.

Lantas, kini mulai timbul persepsi bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 4 Februari 2019, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 1 kali (25 bps) pada tahun ini adalah sebesar 3%. Memang masih kecil, namun probabilitas sebesar 3% tersebut merupakan kenaikan dari posisi 1 Februari yang sebesar 0%.

Kedepannya, probabilitas tersebut bisa semakin besar jika data ekonomi AS terus mendukung. Hal ini sejatinya sangat memungkinkan, mengingat pemerintahan AS kini sudah kembali beroperasi secara penuh, setidaknya sampai 15 Februari mendatang.
Lebih lanjut, potensi eskalasi perang dagang AS-China ikut membawa tekanan bagi bursa saham Indonesia. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa masih diperlukan kerja keras untuk mampu menyegel kesepakatan dagang.

“Kami belum siap untuk menyetujui kesepakatan dagang,” kata Kudlow kepada Bloomberg TV, seperti dikutip dari Reuters.

“Kami jauh dari itu (kesepakatan dagang). Masih banyak kerja keras kedepannya.”

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump juga mengakui bahwa dirinya tak yakin apakah kesepakatan dagang dengan China bisa dicapai.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih sudah menegaskan bahwa bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan tetap dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%), jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga tanggal 2 Maret.

Memang, masih ada harapan untuk mencapai kesepakatan dagang. China mengundang Mnuchin dan Lighthizer untuk memboyong delegasi AS ke Beijing untuk berdialog pada pertengahan Februari.

Kemudian, Trump juga berencana untuk menggelar pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Belum ada kabar yang lebih spesifik mengenai pertemuan ini, tetapi Trump mengungkapkan bahwa pertemuan bisa berlangsung lebih dari sekali.

Namun tetap saja, waktu terus menipis dan eskalasi perang dagang AS-China menjadi sesuatu yang mungkin terjadi. Sektor jasa keuangan (-1,26%) menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Anjloknya sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 3,29%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 2,4%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,35%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,51%.

Pelemahan rupiah memantik aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4. Pelemahan rupiah, apalagi jika berlangsung dalam jangka panjang, tentu berpotensi mendongkrak naik rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL) dari bank-bank di tanah air.

Selain ampuh dalam memantik aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4, pelemahan rupiah juga terbukti ampuh dalam ‘mengusir’ investor asing dari pasar saham tanah air. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 518 miliar.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 300,9 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 74,6 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 58,8 miliar), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk/RALS (Rp 40,9 miliar), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (Rp 30 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular