
Perbankan Siap-Siap! LPS Bakal Tarik Premi Lagi
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
29 January 2019 12:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perbankan bakal kena pungutan lagi yang bakal dikumpulkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pungutan ini terkait dengan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Premi ini masuk ke dalam Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Ketua Dewan Komisoner LPS Halim Alamsyah mengatakan walaupun aturan masih digodok namun sudah dipastikan perbankan harus membayar premi tersebut.
"Premi dalam rangka pencegahan krisis ini ada nanti. Jadi ketika bank yang katakanlah gagal kemudian menimbulkan krisis maka nanti ada dananya," kata Halim usai konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Menurut Halim, saat ini aturan masih digodok. Termasuk besaran premi yang harus dibayarkan oleh perbankan.
"Itu dalam rangka membuat cadangan untuk pencegahan krisis. Masih digodok aturannya," tutur Halim.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penetapan besaran premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) akan disesuaikan dengan ukuran dan assessment probabilitas dari bank itu sendiri.
Dijelaskan Sri Mulyani, dana untuk penyelenggaraan PRP tersebut salah satunya berasal dari kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan yang diatur UU LPS. Sedangkan penetapan besaran bagian premi PRP akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengikuti prosedur UU LPS.
"Kita tentukan tarif premi yang sesuai dengan ukuran bank dan assessment probabilitas dari bank tersebut," ujarnya
Waktu pembayaran premi PRP tersebut akan dipungut sebelum program restrukturisasi perbankan diaktifkan dengan tujuan untuk mendukung kesiapan sistem dan operasional PRP. Dalam hal ini, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan regulator terkait.
"Dalam PRP kami mengusulkan besaran premi ditetapkan dengan memperhitungkan target fund untuk penanganan krisis dan jangka waktu untuk memenuhi target fund tersebut," ucapnya.
Pencegahan krisis keuangan terutama perbankan harus melalui penguatan industri perbankan dengan tidak menggunakan dana APBN sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Sebagai informasi, saat ini perbankan telah dibebankan beberapa premi. Pertama, premi penjaminan simpanan yang ditarik dua kali dalam satu tahun. Adapun yang kedua adalah premi pengawasan yang disetorkan untuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
(dru/dru) Next Article LPS: Kita Harus Bisa Buat Rupiah Dihargai di Luar Negeri
Ketua Dewan Komisoner LPS Halim Alamsyah mengatakan walaupun aturan masih digodok namun sudah dipastikan perbankan harus membayar premi tersebut.
"Premi dalam rangka pencegahan krisis ini ada nanti. Jadi ketika bank yang katakanlah gagal kemudian menimbulkan krisis maka nanti ada dananya," kata Halim usai konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
![]() |
Menurut Halim, saat ini aturan masih digodok. Termasuk besaran premi yang harus dibayarkan oleh perbankan.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penetapan besaran premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) akan disesuaikan dengan ukuran dan assessment probabilitas dari bank itu sendiri.
Dijelaskan Sri Mulyani, dana untuk penyelenggaraan PRP tersebut salah satunya berasal dari kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan yang diatur UU LPS. Sedangkan penetapan besaran bagian premi PRP akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengikuti prosedur UU LPS.
"Kita tentukan tarif premi yang sesuai dengan ukuran bank dan assessment probabilitas dari bank tersebut," ujarnya
Waktu pembayaran premi PRP tersebut akan dipungut sebelum program restrukturisasi perbankan diaktifkan dengan tujuan untuk mendukung kesiapan sistem dan operasional PRP. Dalam hal ini, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan regulator terkait.
"Dalam PRP kami mengusulkan besaran premi ditetapkan dengan memperhitungkan target fund untuk penanganan krisis dan jangka waktu untuk memenuhi target fund tersebut," ucapnya.
Pencegahan krisis keuangan terutama perbankan harus melalui penguatan industri perbankan dengan tidak menggunakan dana APBN sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Sebagai informasi, saat ini perbankan telah dibebankan beberapa premi. Pertama, premi penjaminan simpanan yang ditarik dua kali dalam satu tahun. Adapun yang kedua adalah premi pengawasan yang disetorkan untuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
(dru/dru) Next Article LPS: Kita Harus Bisa Buat Rupiah Dihargai di Luar Negeri
Most Popular