Tak Jelek-Jelek Amat, Pekan Ini IHSG Juara 4 di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 January 2019 11:15
Tak Jelek-Jelek Amat, Pekan Ini IHSG Juara 4 di Asia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan sebesar 0,54% sepanjang pekan ini ke level 6.482,84. Performa IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan Asia yang juga mengarungi pekan ini dengan positif.

Walaupun tak berhasil menempati posisi atas klasemen, kinerja IHSG yang naik 0,54% juga tak jelek-jelek amat. IHSG finis di posisi 4.



Damai dagang AS-China yang kian terasa di sepanjang pekan ini membuat pelaku pasar cukup optimistis untuk berburu instrumen berisiko seperti saham. Bloomberg melaporkan bahwa China memberikan penawaran untuk menaikkan impor produk-produk asal AS selama 6 tahun ke depan dengan nilai total mencapai lebih dari US$ 1 triliun, seperti dikutip dari CNBC International.

Penawaran ini diberikan China kala melakukan negosiasi dengan AS di Beijing pada awal bulan ini. Penawaran ini bertujuan untuk membuat neraca dagang China-AS impas pada tahun 2024. Pada tahun 2018, China membukukan surplus neraca dagang senilai US$ 323 miliar dengan AS.

Sebagai informasi, Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan bertandang ke Washington pada 30 dan 31 Januari untuk melakukan negosiasi dagang lanjutan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Menjelang akhir pekan, Bloomberg melaporkan bahwa China akan mengirimkan wakil menteri ke Washington untuk mempersiapkan dialog dagang antara Liu dengan Mnuchin dan Lighthizer.

Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen dan Wakil Menteri Keuangan Liao Min akan sampai di AS pada 28 Januari, menurut dua orang sumber yang tak ingin disebutkan namanya, seperti dilansir dari Bloomberg.

Langkah ini menyatakan keseriusan pihak China untuk dapat segera mengakhiri perang dagang yang selama ini berkecamuk dengan AS. Sebelumnya, risiko perang dagang sempat menyelimuti perdagangan di bursa saham regional, seiring dengan pernyataan dari Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross bahwa AS dan China masih sangat jauh untuk sampai ke damai dagang.

"Banyak pekerjaan yang sudah diselesaikan, tetapi kami masih bermil-mil jauhnya dari sebuah kesepakatan. Itu tidak terlalu mengejutkan, karena perdagangan adalah isu yang sangat rumit. Namun ada peluang kami bisa mencapai kesepakatan," kata Ross dalam wawancara dengan CNBC International.
Selain itu, komitmen dari pemerintah China untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut, ikut memantik aksi beli di kawasan regional. Komitmen tersebut dinyatakan oleh Kementerian Keuangan China pada pekan ini.

Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut bisa diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.

Stimulus fiskal ini diberikan guna mendukung laju ekonomi Negeri Panda. Pada awal pekan ini, ekonomi China diumumkan tumbuh sebesar 6,6% pada tahun 2018, laju terlemah sejak 1990.

Pada tahun 2018, China memberikan stimulus fiskal berupa pemotongan tingkat pajak dan biaya senilai CNY 1,3 triliun.

Melansir Reuters, beberapa analis kini percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun.

Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting. Di sisi lain, aksi beli di pasar saham regional dibatasi oleh revisi ke bawah (downgrade) atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh International Monetary Fund (IMF).

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di level 3,5%, turun dari yang sebelumnya 3,7% pada proyeksi bulan Oktober. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan sebesar 3,6%, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,7%.

Perlambatan ekonomi di zona euro menjadi menjadi salah satu faktor dari diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh IMF. Pada tahun ini, perekonomian zona euro diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 1,6%, dari yang sebelumnya 1,9%.

Pertumbuhan ekonomi Jerman diproyeksikan sebesar 1,3% saja pada tahun ini, turun jauh dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,9%.

Dalam laporan World Economic Outlook Update edisi Januari 2019, IMF mengatakan bahwa tekanan bagi perekonomian Jerman datang dari lemahnya konsumsi sektor swasta serta lemahnya produksi dari pabrikan-pabrikan mobil disana akibat aturan terbaru mengenai standar emisi.

Sementara itu, perekonomian Italia diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 0,6% pada tahun ini, dari yang sebelumnya 1%. IMF menyebut tekanan bagi perekonomian italia datang dari lemahnya permintaan domestik dan tingginya biaya pinjaman seiring dengan tingginya yield obligasi pemerintah Italia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular