Soal Divestasi Bank Permata, Bos Stanchart Tutup Mulut

Monica Wareza, CNBC Indonesia
24 January 2019 17:01
Standard Chartered Bank menolak berkomentar mengenai rencana penjualan saham PT Bank Permata Tbk.
Foto: Keith Tsuji/CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Standard Chartered Bank menolak berkomentar mengenai rencana penjualan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI). Padahal dikabarkan bahwa bank yang berbasis di London, Inggris, itu disebut-sebut sudah siap melego saham BNLI.

CEO Standard Chartered Bank Indonesia Rino Donosepoetro mengatakan pihaknya tak mau berkomentar terkait rumor pasar meskipun kabar tersebut sudah menjalar di kalangan pelaku pasar modal sejak tahun lalu dan berhasil mengatrol saham Bank Permata.

"Kami tidak menanggapi rumor," kata mantan Chief Executive Officer Brunei Association of Banks ini kepada CNBC Indonesia di Hotel Shangri La, Jakarta, Kamis (24/1).

Kabar penjualan saham Bank Permata mendorong harga sahamnya terus melonjak. Pada perdagangan hari ini, Kamis (24/1/2019), saham BNLI sudah diperdagangkan di level Rp 1.045/saham, padahal awal pekan ini masih di level Rp 705/saham.

Secara year to date, saham BNLI naik 67% dan 3 bulan terakhir saham BNLI meroket 121%.

Standard Chartered (Stanchart) dan PT Astra International Tbk (ASII) masing-masing menggenggam saham BNLI sebesar 44,56%. Sisa saham Permata dimiliki publik 10,88%.

Standard Chartered pertama kali membuka kantor di Mumbai, Kolkata, dan Shanghai pada 1853. Dalam situsnya, disebutkan, bank ini lahir dari hasil merger Standard Bank dan Chartered Bank tahun 1969 sehingga menjadi Standard Chartered. Beroperasi lebih dari 150 tahun, bank ini sudah memiliki 1.026 cabang di seluruh dunia.

Sebelumnya Standard Chartered disebut-sebut pihak yang paling ngotot akan melepas saham Bank Permata, sebab kinerja Bank Permata yang cenderung stagnan, sangat sulit tanpa suntikan modal.

Namun, pemegang saham mayoritas lain yakni Astra tidak bersedia menambah modal lagi untuk menyehatkan kondisi keuangan, karena baru melaksanakan rights issue pada 2017.

Kondisi ini menyulitkan bagi kedua pemegang saham tersebut untuk memperbaiki kinerja Bank Permata dan Astra tidak punya kompetensi dalam menangani bank.

Kabar penjualan saham Bank Permata kembali mencuat setelah RHB Sekuritas mengeluarkan riset yang menyatakan Mizuho Financial Group (MFG) dinilai menjadi kandidat potensial untuk mengakuisisi divestasi Bank Permata.

Mizuho dianggap menjadi pembeli potensial karena salah satu raksasa keuangan asal Jepang itu memang tengah berupaya untuk membeli bank di Indonesia.

"Laporan berita mengindikasikan bahwa bank Jepang dapat menjadi pembeli potensial dan kami pikir Mizuho adalah kandidat yang potensial karena mereka tengah berupaya membeli bank di Indonesia, misalnya [ingin beli] Panin pada 2015, dan [Mizuho] merupakan satu-satunya bank Jepang lain yang sudah hadir di Indonesia," tulis analis PT RHB Sekuritas Indonesia, Alvin Baramuli, dalam riset per 20 Desember 2018.
(tas) Next Article Bank Permata & SCBI Bungkam Soal Masuknya Investor Jepang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular