Start Rupiah Kurang Oke di Awal Pekan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2019 16:40
Start Rupiah Kurang Oke di Awal Pekan
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah tidak pernah menyentuh zona hijau, melemah seharian. 

Pada Senin (21/1/2019), US$ 1 sama dengan Rp 14.220 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Sepanjang hari ini, rupiah tidak pernah menguat. Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah bahkan semakin dalam. Dolar AS pun kembali menembus level Rp 14.200, terkuat sejak awal Januari. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Senasib dengan rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang dan ringgit Malaysia yang mampu menguat, yang lainnya tidak selamat. 

Namun nasib rupiah lumayan apes dari mata uang Benua Kuning lainnya. Depresiasi 0,35% membawa rupiah ke posisi kedua terbawah di klasemen mata uang Asia. Rupiah hanya lebih baik dari peso Filipina. Bukan start yang bagus untuk memulai pekan.


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 16:23 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sentimen negatif bagi mata uang Asia hari ini datang dari angka pertumbuhan ekonomi China. Biro Statistik Nasional China mencatat, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal IV-2018 adalah 6,4% secara year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,5% YoY. 

Untuk keseluruhan 2018, ekonomi Negeri Panda tumbuh 6,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 6,8% dan menjadi laju paling lambat sejak 1990. 

Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi China bukan sekadar mitos. China adalah perekonomian terbesar di Asia, sang 'kepala naga'. Bila kepala terjun ke air, maka seluruh badannya akan ikut terseret. Jika perdagangan dan investasi China melambat, maka dampaknya akan sampai ke berbagai negara termasuk Indonesia. 


Selain itu, perkembangan harga minyak juga menjadi beban bagi mata uang negara-negara yang sensitif terhadap komoditas seperti Indonesia. Selama seminggu terakhir, harga brent melesat 5,9% dan light sweet melonjak 6,13%. Dalam sebulan terakhir, harga brent melompat 16,27% dan light sweet meroket 17,25%. 


Apabila harga minyak terus reli, maka ini menjadi sentimen negatif buat rupiah. Harga minyak yang naik akan membuat biaya impor komoditas ini menjadi semakin mahal, artinya semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk keperluan impor. 

Ketika impor minyak melonjak, maka transaksi berjalan (current account) akan semakin tertekan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2019 turun ke kisaran 2,5 dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun jika harga minyak naik terus, maka proyeksi ini bisa saja meleset. 


Artinya, Indonesia masih akan kekurangan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Ini membuat fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh dan mata uang Tanah Air rentan melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular