
Dolar AS Rp 14.200, Rupiah 'Mantap' di Dasar Klasemen Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2019 09:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Dolar AS pun kini sudah berada di kisaran Rp 14.200.
Pada Senin (21/1/2019) pukul 09:01 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.200 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu dan menyentuh titik terlemah sejak 4 Januari.
Meski demikian, rupiah masih menguat 1,22% sejak awal tahun. Dalam sebulan terakhir, bahkan penguatan rupiah mencapai 2,4%.
Penguatan rupiah yang sudah begitu tajam ini mengundang 'karma'. Rupiah menjadi rentan terkena koreksi teknikal. Investor yang sudah mendapatkan cuan tinggi tentu menjadi bernafsu melepas rupiah, sehingga mata uang Tanah Air rentan melemah.
Selain itu, faktor eksternal juga tidak suportif terhadap rupiah. Teranyar, data ekonomi China menjadi beban.
Biro Statistik Nasional China mencatat, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal IV-2018 adalah 6,4% secara year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,5% YoY.
Untuk keseluruhan 2018, ekonomi Negeri Panda tumbuh 6,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 6,8% dan menjadi laju paling lambat sejak 1990.
Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi China bukan sekadar mitos. China adalah perekonomian terbesar di Asia, sang 'kepala naga'. Bila kepala terjun ke air, maka seluruh badannya akan ikut terseret.
Perlambatan ekonomi China sama dengan perlambatan ekonomi Asia, bahkan mungkin dunia. Sebab, China memegang peranan yang amat penting dalam bidang perdagangan dan investasi. Jika perdagangan dan investasi China melambat, maka dampaknya akan sampai ke berbagai negara termasuk Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Senin (21/1/2019) pukul 09:01 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.200 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu dan menyentuh titik terlemah sejak 4 Januari.
Meski demikian, rupiah masih menguat 1,22% sejak awal tahun. Dalam sebulan terakhir, bahkan penguatan rupiah mencapai 2,4%.
Penguatan rupiah yang sudah begitu tajam ini mengundang 'karma'. Rupiah menjadi rentan terkena koreksi teknikal. Investor yang sudah mendapatkan cuan tinggi tentu menjadi bernafsu melepas rupiah, sehingga mata uang Tanah Air rentan melemah.
Selain itu, faktor eksternal juga tidak suportif terhadap rupiah. Teranyar, data ekonomi China menjadi beban.
Biro Statistik Nasional China mencatat, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal IV-2018 adalah 6,4% secara year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,5% YoY.
Untuk keseluruhan 2018, ekonomi Negeri Panda tumbuh 6,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 6,8% dan menjadi laju paling lambat sejak 1990.
Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi China bukan sekadar mitos. China adalah perekonomian terbesar di Asia, sang 'kepala naga'. Bila kepala terjun ke air, maka seluruh badannya akan ikut terseret.
Perlambatan ekonomi China sama dengan perlambatan ekonomi Asia, bahkan mungkin dunia. Sebab, China memegang peranan yang amat penting dalam bidang perdagangan dan investasi. Jika perdagangan dan investasi China melambat, maka dampaknya akan sampai ke berbagai negara termasuk Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
China Adalah Kunci
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular